Puncak Tumpeng Tidak Boleh Dipotong, Kenapa?

Nasi tumpeng sering hadir dalam perayaan penting di Indonesia, mulai dari ulang tahun, syukuran, hingga Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Hidangan berbentuk kerucut ini lebih dari sekadar nasi kuning dengan lauk pauk di sekelilingnya.
Tumpeng punya makna simbolis yang dalam, terutama hubungannya dengan rasa syukur kepada Tuhan. Meski begitu, masih banyak orang yang salah memahami cara penyajiannya.
Salah satu kebiasaan yang sering terjadi adalah memotong puncak tumpeng layaknya kue. Padahal, tindakan ini dianggap menyalahi filosofi yang terkandung di dalamnya.
Artikel ini akan membahas alasan mengapa puncak tumpeng tidak boleh dipotong serta cara makan yang benar menurut pakar budaya.
Puncak Tumpeng Adalah Simbol Tuhan
Dilansir dari laman Kompas.com, menurut Murdijati Gardjito, peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, puncak tumpeng memiliki makna sakral.
Bentuk kerucut tumpeng terinspirasi dari Gunung Mahameru dalam budaya Hindu India, yang dianggap sebagai tempat para dewa bersemayam.
Puncak tumpeng yang runcing melambangkan Tuhan Yang Maha Esa, sementara bagian bawahnya melambangkan manusia dengan berbagai tingkatan kehidupannya.
Karena itu, memotong puncak tumpeng berarti sama dengan memutus hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Filosofi ini menjadikan tumpeng sebagai simbol manunggaling kawula lan Gusti, penyatuan manusia dengan Tuhan.
Kesalahan Karena Pengaruh Budaya Barat
Tradisi memotong puncak tumpeng diyakini muncul akibat pengaruh budaya Barat, terutama kebiasaan memotong kue ulang tahun. Dalam budaya Barat, potongan pertama kue melambangkan penghormatan bagi orang yang berulang tahun.
Namun, menerapkan cara ini pada tumpeng justru melanggar makna aslinya. Tumpeng bukan sekadar hidangan, melainkan lambang syukur dan doa.
Ilustrasi nasi tumpeng dengan berbagai lauk.
Cara Makan Tumpeng yang Benar
Alih-alih dipotong dari atas, tumpeng seharusnya dimakan bersama-sama dengan cara “dikepung”. Artinya, nasi diambil dari bagian bawah bersamaan dengan lauk yang ada di sekelilingnya. Perlahan, nasi akan habis hingga bertemu dengan bagian puncak.
Cara ini melambangkan kesatuan dan kebersamaan, serta mengajarkan bahwa semua manusia kembali pada Sang Pencipta.
Selain dengan tangan, tumpeng juga bisa disantap menggunakan sendok. Hal yang terpenting adalah tidak langsung mengambil puncaknya. Dengan begitu, makna syukur dan kebersamaan tetap terjaga.
Makna Kebersamaan dalam Tumpeng
Lebih dari sekadar makanan, tumpeng adalah medium sosial yang mempererat hubungan antarindividu.
Filosofi makan bersama dari bawah hingga ke atas mengajarkan kesetaraan, bahwa semua orang berhak menikmati bagian yang sama.
Lauk pauk yang beragam di sekeliling tumpeng juga mencerminkan kekayaan bumi serta aneka rezeki yang patut disyukuri.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!