Modus Jahat Pemerasan Sertifikasi K3 di Kemenaker, Buruh Dipersulit Jika Tak Bayar Lebih

Ketua KPK Setyo Budiyanto merilis kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer
Ketua KPK Setyo Budiyanto merilis kasus OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Dalam kasus tersebut, KPK menjerat 11 orang sebagai tersangka, termasuk diantaranya Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) dan Dirjen Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025-sekarang Fahrurozi (FRZ).

Ketua KPK, Setyo Budiyanto mengatakan tenaga kerja atau buruh pada bidang dan spesifikasi pekerjaan tertentu, diwajibkan memiliki sertifikasi K3 dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman sehingga meningkatkan produktivitas pekerja, dan menekan kerugian perusahaan.

Wamenaker Immanuel Ebenezer jadi tersangka KPK

Wamenaker Immanuel Ebenezer jadi tersangka KPK

"Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja wajib dilakukan oleh personel K3 bidang lingkungan kerja yang memiliki sertifikasi kompetensi dan lisensi K3. Di sinilah kebutuhan itu dimanfaatkan untuk melakukan pemerasan," kata Setyo Budiyanto saat jumpa pers di KPK, Jumat, 22 Agustus 2025.

Menurut Setyo, para pekerja diminta membayar tarif resmi sertifikasi K3 yang tidak semestinya. Sesuai aturan, tarif pengurusan sertifkat K3 hanya Rp 275 ribu. Namun, di lapangan, para pekerja justru dipaksa membayar hingga 20 kali lipat, bahkan mencapai Rp6 juta.

"Hal ini menjadi ironi, ketika kegiatan tangkap tangan KPK mengungkap bahwa dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta," kata Setyo Budiyanto saat jumpa pers di KPK, Jumat, 22 Agustus 2025.

Setyo menjelaskan modus tersebut digunakan oknum di Kemenaker untuk memeras pekerja membayar lebih pengurusan sertifikasi K3. Karena jika tidak membayar lebih, para pekerja akan dipersulit dalam pengurusan sertifikat K3. 

"Karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih," ujarnya

"Biaya sebesar Rp6 juta tersebut bahkan dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau upah (UMR) yang diterima para pekerja dan buruh kita," sambungnya

Setyo menambahkan dari banyaknya barang bukti disita KPK dari pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan atau OTT pada Rabu malam, menunjukkan bahwa aset-aset tersebut bernilai tinggi dan dimiliki para tersangka sejak lama.

"Jumlahnya cukup banyak dan mempunyai nilai yang cukup tinggi. Hal ini relevan  bahwa praktik dugaan pemerasan ini sudah terjadi sejak beberapa periode waktu sebelumnya. Dalam penyidikan perkara ini yaitu sejak tahun 2019 sampai dengan saat ini," imbuhnya

Ke-11 tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, yakni terhitung tanggal 22 Agustus-10 September 2025 di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih.