Warga Cirebon Tak Gelar Aksi Terkait Kenaikan Tarif PBB, Ini Alasannya

Wali Kota Cirebon Effendi Edo (tengah)
Wali Kota Cirebon Effendi Edo (tengah)

 Warga di Kota Cirebon, Jawa Barat, yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi menyatakan sepakat untuk tidak menggelar aksi demonstrasi terkait polemik kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setelah adanya kesepakatan dengan pemerintah daerah setempat.

Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon Hetta Mahendrati di Cirebon, Jumat, mengatakan keputusan itu diambil setelah warga menerima penjelasan langsung dari Wali Kota Cirebon Effendi Edo mengenai peninjauan ulang kebijakan PBB.

Ia menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama masyarakat yakni beban PBB sejak 2023, akan dikaji ulang dengan kepastian bahwa kenaikannya tidak signifikan, hanya berkisar 10-20 persen.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo

Selain itu, kata dia, pemerintah daerah telah memberikan stimulus serta diskon pembayaran PBB sebesar 50 persen hingga akhir 2025 yang berlaku untuk semua wajib pajak, termasuk mereka yang memiliki tunggakan pada 2024.

Ia mengatakan masyarakat yang merasa keberatan dengan kenaikan PBB, dapat mengajukan keringanan tanpa perlu melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM).

“Para warga yang keberatan (terkait kenaikan PBB) dapat mengajukan keringanan tanpa dimintakan SKTM,” katanya.

Menurut Hetta, kebijakan tersebut menjadi wujud keberpihakan pemerintah daerah terhadap warga dan pihaknya sejak awal lebih mengutamakan dialog dibanding aksi jalanan agar Kota Cirebon tetap aman serta kondusif.

Sementara itu Wali Kota Cirebon Effendi Edo memastikan pihaknya tengah melakukan kajian menyeluruh atas kebijakan PBB, yang diselaraskan dengan kondisi saat ini sehingga tidak menimbulkan beban berat bagi warga.

Pemkot Cirebon, kata dia, bersama DPRD tengah mempercepat pembahasan revisi peraturan daerah (perda) tentang PBB yang sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2025.

Edo mengatakan dasar perubahan aturan tersebut pun mengacu pada surat edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), oleh karena itu pembahasan dilakukan bersama legislatif agar sesuai dengan regulasi pusat.

“Dari surat edaran Kemendagri tentunya eksekutif dan legislatif itu akan bicara dulu seperti apa. Lalu kita sudah membuat drafnya,” tuturnya.

Meski demikian, ia menyebutkan penerapan kebijakan baru secara penuh baru bisa dilakukan pada 2026, karena jika diterapkan tahun ini dikhawatirkan akan mengganggu anggaran perubahan daerah.

Lebih lanjut, Edo menyampaikan pemerintah daerah pun sudah menerapkan stimulus untuk tarif PBB dengan zonasi wilayah yang besarannya bervariasi.

Ia menegaskan seluruh masukan masyarakat, termasuk dari Paguyuban Pelangi, dijadikan bahan untuk merumuskan kebijakan PBB yang lebih berpihak pada warga.

“Tentunya, saya ingin warga Kota Cirebon tidak berat untuk membayar pajak,” ucap dia. (Ant)