Kenaikan PBB hingga 1.000 Persen di Cirebon: Warga Tercekik Tagihan dari Rp 6,3 Juta Jadi Rp 65 Juta

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Cirebon hingga 1.000 persen memicu protes besar-besaran dari warga.
Salah satunya datang dari Darma Suryapranata (83), warga Cirebon, yang kaget setelah mengetahui tagihan PBB rumahnya di Jalan Raya Siliwangi melonjak drastis.
Pada 2023, PBB yang ia bayar hanya Rp 6,3 juta. Namun, pada 2024, tagihan itu membengkak menjadi Rp 65 juta.
"Awalnya saya tidak tahu soal kenaikan ini. Saya diundang ke Balai Kota, lalu saya cari tahu. Waktu lihat tagihannya, saya kaget," ujar Darma, Rabu (13/8/2025).
Ia menilai kebijakan ini muncul pada waktu yang salah, mengingat kondisi ekonomi warga yang belum pulih sepenuhnya pascapandemi.
Menurut Darma, beban ini tidak hanya dirasakannya pribadi, tetapi juga oleh banyak warga Cirebon.
Ia berharap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan PBB tersebut dibatalkan.
Bagaimana Perjuangan Warga Selama Ini?
Paguyuban Pelangi Cirebon, tempat Darma bernaung, telah memprotes kenaikan ini sejak Januari 2024.
Mereka menggelar aksi di DPRD, turun ke jalan, dan bahkan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung, meski hasilnya ditolak.
Warga juga telah mengirim keluhan ke Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pemeriksa Keuangan, tetapi belum ada respons yang memuaskan.
Juru bicara paguyuban, Hetta Mahendrati, menegaskan bahwa kenaikan PBB ini sangat memberatkan.
Ia menyebut bahwa kenaikan bervariasi dari 150 persen hingga 1.000 persen. Ada bahkan kasus ekstrem kenaikan hingga 100 ribu persen akibat kesalahan pemerintah, namun tetap dibebankan kepada warga.
Apa Tuntutan Utama Warga?
Dalam pertemuan pada Rabu (13/8/2025) malam, warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menyampaikan empat tuntutan:
- Membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 dan mengembalikan tarif PBB seperti tahun 2023.
- Menurunkan pejabat Pemkot Cirebon yang bertanggung jawab atas kebijakan ini.
- Memberi waktu satu bulan kepada wali kota untuk mengambil tindakan nyata.
- Mengimbau agar pajak tidak dijadikan sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mendorong pemerintah mencari alternatif pendapatan lain.
Hetta mencontohkan keberhasilan Kabupaten Pati yang membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen.
"Kalau di Pati bisa, kenapa di Cirebon tidak?" ujarnya.
Mengapa PBB Bisa Naik Drastis?
Pajak Bumi dan Bangunan dipungut atas tanah dan bangunan yang memberikan keuntungan ekonomi atau posisi sosial tertentu bagi pemiliknya.
Kenaikan tarif biasanya dipicu oleh penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun, warga menilai penyesuaian kali ini tidak wajar dan tidak memperhitungkan kemampuan ekonomi masyarakat.
Menurut Hetta, pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan yang proporsional.
"Kami tidak anti pajak, tapi kenaikan harus realistis dan sesuai kemampuan warga," tegasnya.
Warga berkomitmen untuk terus memperjuangkan tuntutan mereka. Jika pemerintah tidak memberikan respons dalam waktu yang diminta, mereka siap kembali menggelar aksi massa.
"Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini dikabulkan," tegas Hetta.
Sebagian artikel ini telah tayang di dan TribunJabar.id dengan judul Darma Warga Cirebon Kaget Tagihan PBB Capai Rp 65 Juta Imbas Kenaikan 1.000 Persen.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!