Pendidikan Inklusi di PAUD, Jadikan Keberagaman sebagai “Kurikulum Hidup”

Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara optimal. Oleh karenanya, akses terhadap pendidikan yang inklusif sangat penting.
Anggota Early Childhood Education and Development (ECED) Council Indonesia, Sisilia Maryati mengatakan, pendidikan inklusi di pendidikan anak usia dini (PAUD) bukan sekadar membuka pintu bagi anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama anak lain.
Sebagai pengelola PAUD Mutiara Ibu, Purworejo, Jawa Tengah, Sisilia memiliki kegiatan kegiatan live-in atau bermalam bersama bagi anak-anak dan para pendidik di desa.
Kegiatan live-in atau bermalam bersama para pendidik di desa, tanpa didampingi orangtua menjadi salah satu metode unik untuk menanamkan nilai kemandirian dan empati di PAUD.
“Melalui live-in, anak-anak belajar berbagi tempat tidur, makanan, cerita sebelum tidur, hingga menghadapi tantangan kecil tanpa bergantung pada orang tua,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (2/5/2025).
“Tidak ada guru yang memerintah, tidak ada pelatihan formal, yang ada hanyalah empati murni dari seorang anak kepada sahabatnya. Ini adalah bukti nyata nilai kemanusiaan bisa tumbuh alami sejak dini,” kata Sisilia.
Sisilia bersyukur, di saat dunia pendidikan masa kini terburu-buru menilai anak dari prestasi akademik, masih ada contoh nilai-nilai kemanusiaan tertanam pada anak usia dini yang mencerminkan kesetaraan, kepedulian, serta penerimaan tanpa syarat.
Dia menyebutkan, inklusi berarti ketika setiap anak, tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, atau emosionalnya, bisa belajar, bermain, dan bertumbuh bersama.
Namun, Keke, salah satu teman sekelasnya, dengan cekatan mengambilkan tas mandi Cyntia dan menggunakan bahasa isyarat sederhana untuk membantunya bersiap mandi.
"Dalam ruang inklusi, anak seperti Cyntia yang bisu-tuli, atau anak-anak lain yang mungkin menghadapi hambatan perkembangan, tidak dipandang sebagai ‘beban’, melainkan bagian alami dari komunitas belajar," jelas Sisilia.
Ia mengatakan, setiap kebutuhan khusus sejatinya bukanlah penghalang, tetapi undangan untuk memperluas kreativitas pengajar, memperkaya strategi belajar, dan memperdalam rasa kemanusiaan.
“Dalam ruang inklusi, keberagaman menjadi ‘kurikulum hidup’. Anak-anak belajar bahwa teman yang berbeda bukan untuk dikasihani, melainkan untuk dirangkul,” ucapnya.
Pendidikan tersebut adalah investasi jangka panjang. Sebab, anak-anak yang tumbuh dalam budaya inklusi dapat menjadi generasi yang lebih adil, terbuka, dan kuat di masyarakat yang plural.
Pendidikan inklusi, kata Sisilia, hanya menguntungkan anak berkebutuhan khusus, tetapi memperkaya semua anak dalam aspek empati, komunikasi multibahasa (termasuk isyarat tubuh dan ekspresi wajah), pemecahan masalah, hingga ketahanan sosial emosional.
"Anak-anak belajar bahwa keberhasilan bukan soal siapa yang tercepat atau terpandai, tetapi tentang siapa yang mampu merangkul yang lain dalam proses perjalanan," jelasnya.
Sisilia menyebutkan, anak yang sejak kecil terbiasa membantu teman yang lambat merespons atau memahami bahasa isyarat, kelak akan lebih siap bekerja dalam tim yang beragam, lebih sabar membimbing, dan lebih peka terhadap keunikan individu.
Kekuatan tersembunyi pendidikan inklusi tidak dapat diajarkan melalui papan tulis, tetapi tumbuh melalui interaksi sehari-hari. Inilah investasi jangka panjang sesungguhnya.
Tantangan pendidikan inklusi di lapangan
Ia menilai, masih banyak satuan PAUD yang merasa tidak siap menerima anak berkebutuhan khusus, baik karena keterbatasan sumber daya maupun kurangnya pelatihan guru.
“Kadang anak diterima secara administratif saja, tapi tidak benar-benar diupayakan keterlibatannya dalam kelas. Ini jauh dari semangat inklusi sejati,” tegasnya.
“Pertemuan dengan perbedaan tidak boleh datang tiba-tiba. Anak usia dini perlu waktu dan aktivitas bermakna sebagai jembatan untuk memahami teman yang berbeda. Tugas membangun jembatan ini ada di pendidik dan orangtua,” kata Sisilia.
Rekomendasi bangun PAUD inklusif
Dari pengalaman dua dekade mengelola PAUD inklusi, Sisilia mengusulkan beberapa langkah konkret untuk membangun ekosistem PAUD yang inklusif di masa depan.
Pertama, diperlukan pelatihan guru yang terstruktur dan berjenjang. Materi pelatihan harus mencakup melatih kemampuan melakukan identifikasi dini terhadap hambatan perkembangan, memahami beragam karakteristik dari anak yang memiliki kebutuhan khusus, serta keterampilan menyusun Rencana Pembelajaran Individual (RPI) yang konkret dan bisa dipraktikkan.
Kedua, penguatan peran orangtua menjadi kunci penting. Program pengasuhan inklusif berbasis komunitas harus dirancang agar orangtua memahami pentingnya mendukung keberagaman dalam kehidupan sehari-hari.
"Orangtua diajak memahami bahwa mendukung perbedaan tidak cukup hanya menerima, tetapi butuh jadi bagian aktif dari ekosistem untuk tumbuh bersama dalam perbedaan," jelasnya.
Pemahaman itu dapat dilakukan melalui workshop, diskusi komunitas, berbagi pengalaman antar keluarga, serta membangun kemitraan sejati dengan guru dalam menciptakan lingkungan belajar ramah dan inklusif.
Ketiga, perlu disediakan lingkungan fisik dan alat bantu sederhana yang mendukung pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Kreativitas dalam memanfaatkan sumber daya lokal bisa menjadi solusi.
Bisa juga melalui papan komunikasi visual bagi anak dengan hambatan bicara atau penyediaan jalur akses yang aman untuk anak dengan keterbatasan mobilitas.
Keempat, Sisilia menilai kampanye berbasis komunitas (forum, pameran karya anak, festival) dan digital (media sosial) efektif untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap pendidikan inklusi.
“Kisah-kisah sederhana, seperti Cyntia dan Keke, harus terus disebarkan agar menumbuhkan empati kolektif yang membangun lahirnya penerimaan dan kebanggaan terhadap keberagaman,” ujarnya.
Kelima, Sisilia menggarisbawahi pentingnya monitoring dan evaluasi berkelanjutan terhadap pendidik dan orangtua agar semangat inklusi tidak hanya berhenti di konsep, tetapi mampu terwujud nyata dalam praktik harian.
Dia mengatakan, pendidikan inklusi bukan sekadar program tambahan menerima anak dengan perbedaan, tetapi tentang membangun ruang hidup yang kaya warna.