Indonesia Butuh Rp10.000 Triliun untuk Bangun Infrastruktur hingga 2029

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kebutuhan anggaran untuk infrastruktur sangat besar, mencapai 625,37 miliar dolar AS atau sekitar Rp 10.151 triliun untuk periode 2025-2029.
Anggaran tersebut tidak dapat sepenuhnya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada saat ini.
Dalam presentasinya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah pusat hanya mampu menyediakan anggaran infrastruktur sebesar 143,84 miliar dolar AS, yang berkontribusi sekitar 23 persen dari total kebutuhan.
Sementara itu, pemerintah daerah hanya dapat memenuhi 17 persen kebutuhan, dengan anggaran sebesar 106,31 miliar dolar AS.
"Total kebutuhan investasi infrastruktur untuk periode 2025 hingga 2029 diperkirakan mencapai sekitar 625 miliar dolar AS. Gabungan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah hanya akan menutupi sekitar 40 persen dari total kebutuhan, sehingga jelas terdapat kesenjangan pendanaan yang harus dihadapi," ujarnya dalam acara di JCC, Jakarta, pada Kamis (13/6/2026).
Untuk menutupi kekurangan anggaran tersebut, Sri Mulyani menekankan pentingnya keterlibatan sektor swasta.
Infrastruktur sangat krusial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Diharapkan, sebanyak 30 persen dari total anggaran infrastruktur, yang setara dengan 187,61 miliar dolar AS, dapat berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sementara 30 persen sisanya diharapkan berasal dari sektor swasta.
Dengan demikian, total investasi yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur antara tahun 2025 hingga 2029 diperkirakan mencapai 375,22 miliar dolar AS.
"Partisipasi sektor swasta dan dukungan dari berbagai mitra sangat diperlukan, serta penting untuk menciptakan mekanisme pendanaan yang inovatif," tambahnya.
Selain tantangan fiskal, pembangunan infrastruktur juga dihadapkan pada kondisi global yang tidak menentu.
Ketegangan geopolitik, fragmentasi ekonomi dunia, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi global menjadi tantangan yang semakin mempersempit ruang fiskal negara.
Risiko perubahan iklim juga akan memperburuk situasi, di mana Organisasi Meteorologi Dunia memperingatkan bahwa suhu global dapat mencapai rekor baru dalam lima tahun ke depan, yang berpotensi menyebabkan perpindahan penduduk secara besar-besaran.
Sri Mulyani menekankan bahwa infrastruktur menyerap sekitar 60 persen dari bahan baku global, sehingga sangat penting untuk mengintegrasikan keberlanjutan dalam setiap tahap siklus hidup infrastruktur, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.