Mark Zuckerberg Mau "Bajak" Karyawan OpenAI, Ditawari Rp 1,6 T

Persaingan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dari berbagai perusahaan teknologi makin panas. Masing-masing perusahaan mengincar talenta AI terbaik untuk drekrut.
Tak terkecuali Meta. Bahkan, CEO Meta, Mark Zuckerberg konon langsung turun tangan mencari ahli AI.
Belakangan, Zuck -panggilan akrab Zuckerberg- dikabarkan gencar mencari peneliti AI untuk bekerja dalam tim yang disebut Superintelligence.
Dalam proses perekrutannya, bos dari perusahaan induk Facebook hingga Instagram itu juga mencoba "membajak" peneliti AI dari perusahaan teknologi lain seperti OpenAI.
Zuck kabarnya juga memberikan penawaran yang tinggi hingga 100 juta dollar (sekitar Rp 1,6 triliun) lebih ke karyawan OpenAI dan perusahaan milik Alphabet (induk perusahaan Google) yang fokus pada teknologi AI, Google DeepMind.
Kabar pembajakan itu lantas dikonfirmasi oleh CEO OpenAI, Sam Altman. Dalam sebuah podcast (siniar) bersama saudaranya, Jack Altman, bos chatbot ChatGPT ini mengamini penawaran itu.
Namun menurutnya, tawaran Zuck itu sebagian besar gagal. Artinya, karyawan OpenAI yang didekati Zuck, menolak tawaran itu.
"(Meta) mulai memberikan penawaran besar ke banyak orang di tim kami," ujar Altman dalam podcast yang tayang pada Selasa (17/6/2025) lalu.
"Semacam penawaran penandatanganan bonus 100 juta dollar lebih termasuk kompensasi per tahun. Saya begitu senang karena setidaknya sejauh ini, tidak ada talenta terbaik kami yang memutuskan menerima tawaran itu," lanjut dia.
Tidak dirinci siapa saja karyawan OpenAI atau Google DeepMind yang ingin "dibajak" Zuck.
Menurut kabar yang beredar, beberapa di antaranya yaitu salah satu peneliti utama OpenAI yakni Noam Brown, serta arsitek AI Google, Koray Kavukcuoglu.
Walaupun, keduanya dilaporkan menolak tawaran tersebut, dilansir TechCrunch, Jumat (20/6/2025).
Lebih lanjut, Altman juga optimistis bahwa karyawannya menganggap OpenAI memiliki peluang yang lebih baik untuk mewujudkan Artificial General Intelligence (AGI) alias AI yang paling canggih, sehingga berpotensi menjadi perusahaan yang lebih berharga ke depannya.
Sementara Meta, menurut Altman, lebih fokus pada paket kompensasi tinggi bagi karyawan, ketimbang misi membangun AGI. Dan hal ini dinilai tidak akan membentuk budaya yang hebat bagi perusahaan.
Altman yakin, budaya inovasi yang ditegakkan OpenAI menjadi kunci utama keberhasilan perusaahan, sementara upaya Meta yang dijalankan saat ini, tidak berjalan sesuai harapan Zuck.
Incar ahli AI, tawarkan gaji Rp 13 miliar per bulan
CEO Meta, Mark Zuckerberg.
Tim Superintelligence sendiri nantinya akan bekerja dibawah kepemimpinan mantan CEO Scale, Alexandr Wang.
Tim baru itu kabarnya akan memiliki total anggota 50 orang, direkrut langsung dari kediaman Zuckerberg di Lake Tahoe dan Palo Alto, Amerika Serikat.
Menariknya, Zuck memberikan penawaran yang tinggi untuk kandidat dalam perekrutan itu. Menurut Deedy Das, salah seorang staf di perusahaan modal ventura Menlo Ventures, kandidat yang dihubungi Zuck ditawari gaji minimum 2 juta dollar AS (Rp 32,6 miliar) per tahun.
Bagi seorang peneliti AI, nilai tersebut masih dianggap wajar, meskipun tergolong rendah untuk bidang pra-pelatihan model AI
Lewat LinkedIn, Deedy Das juga memaparkan bahwa Zuck memberikan penawaran lebih tinggi lagi untuk calon staf lab AI Meta.
"Zuck secara personal menegosiasikan 10 juta dollar AS (sekitar Rp 163,1 miliar) lebih per tahun dalam bentuk tunai. Saya belum pernah melihat penawaran seperti itu," ujarnya.
Bila dikalkulasikan dari penawaran itu, maka gaji pakar AI di lab Meta sekitar Rp 13,5 miliar per bulan.
Beberapa tawaran itu sukses menarik minat para profesional. Laporan Bloomberg menyebutkan bahwa peneliti utama di Google DeepMind, Jack Rae, diduga kuat bergabung dengan tim AI Meta.
Begitu pula dengan Johan Schalkwyk, yang sebelumnya memimpin machine learning di startup Sesame AI. Meski demikian, beberapa kandidat lainnya memilih mengambil tawaran OpenAI dan Anthropic karena memungkinkannya mengakses komputasi yang diinginkan.
Dilansir Fortune, ketersediaan pakar AI saat ini memang terbatas. Menurut sejumlah sumber dalam industri yang diwawancarai Fortune, diperkirakan hanya ada kurang dari 1.000 orang di seluruh dunia yang memiliki kualifikasi pembuatan model AI paling canggih saat ini.
Karena itu, baik Meta maupun perusahaan teknologi lainnya memberikan perhatian serius terhadap kompensasi talenta AI.
Adapun tim Superintelligence di Meta dibangun agar induk Facebook hingga Instagram ini bisa bersaing dengan kompetitor seperti Google hingga OpenAI.
Namun belum terungkap produk atau layanan apa yang akan dikembangkan oleh tim AI tersebut nanti. Kita tunggu saja.