Dinamika EV di Indonesia: Tantangan, Respons Konsumen, dan Arah Pasar EV
Acara ini menghadirkan perwakilan dari BYD Indonesia, ALVA, dan National Battery Research Institute (NBRI), membahas strategi, tantangan, serta wawasan terbaru pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia yang kian berkembang pesat.
Perkembangan Pasar Kendaraan Listrik di Indonesia
Menurut Susan Adi Putra, Associate Head of Research for Automotive Populix, Indonesia kini telah masuk dalam kategori “Emerging EV Market”. Sejak diperkenalkan pada 2010-an, pertumbuhan EV di Indonesia menunjukkan akselerasi signifikan jika dibandingkan negara berkembang lainnya.
Meski demikian, adopsi kendaraan listrik di tanah air masih dihadapkan pada berbagai tantangan yang menghambat pertumbuhan optimal.
Tantangan Utama dalam Adopsi Kendaraan Listrik
1. Terbatasnya Bengkel Servis Kendaraan Listrik
Hasil riset Populix menunjukkan bahwa kendala utama adopsi EV adalah terbatasnya bengkel yang mampu menangani perawatan dan perbaikan kendaraan listrik. Masalah ini menjadi krusial karena berdampak langsung pada kenyamanan dan rasa aman konsumen.
Tanggapan Industri: William Kusuma, Head of CEO Office ALVA, mengungkapkan bahwa ALVA telah menjalin kerja sama dengan bengkel-bengkel di sekitar dealer. Setiap dealer ALVA kini didukung oleh setidaknya empat bengkel. Hingga pertengahan 2025, tercatat ada 46 bengkel di seluruh Indonesia yang siap melayani kendaraan listrik ALVA.
2. Akses Terbatas ke Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)
Tantangan kedua berkaitan dengan minimnya ketersediaan SPKLU. Data Populix mencatat bahwa:
- 63% pengguna kendaraan listrik roda empat mengandalkan SPKLU.
- 29% pengguna kendaraan listrik roda dua juga bergantung pada SPKLU.
SPKLU dipilih karena menawarkan kecepatan pengisian lebih tinggi dibanding pengisian daya di rumah.
3. Belum Adanya Standarisasi Baterai Nasional
Prof. Dr. rer. nat. Evvy Kartini, pendiri NBRI, menekankan pentingnya standardisasi baterai EV untuk memastikan interoperabilitas. Interoperabilitas adalah kemampuan baterai dari berbagai merek untuk digunakan secara bergantian dalam sistem pengisian yang seragam.
Standardisasi ini penting karena:
- Memudahkan pengisian daya di berbagai stasiun tanpa tergantung merek kendaraan.
- Menekan biaya operasional dan mempercepat transisi ke kendaraan listrik.
4. Regulasi Keamanan Baterai Masih Lemah
Meski SNI 8872 terkait keamanan baterai sudah hadir sejak 2019, regulasi ini belum diwajibkan pemerintah. Padahal, keamanan baterai berkaitan langsung dengan keselamatan pengguna kendaraan listrik.
Susan Adi Putra berharap hasil diskusi ini dapat mendorong sinergi antara pelaku industri, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik. Dengan regulasi dan infrastruktur yang tepat, Indonesia dapat mempercepat transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan ramah lingkungan.