Pemerintah Harus Pikirkan Daur Ulang Limbah Baterai Mobil Listrik
Pertumbuhan populasi mobil listrik dan hybrid di Indonesia bertumbuh perlahan. Di Mei 2025, wholesales (penyaluran dari pabrik ke diler) EV (Electric Vehicle) melampaui hybrid.
Perlu diketahui bahwa kedua jenis kendaraan tersebut dibekali komponen berupa baterai sebagai sumber daya.
Meskipun pertumbuhan kendaraan ramah lingkungan baik, masih ada kendala lain menanti yakni pengolahan limbah baterai mobil listrik.
Dengan masa pakai terbatas, baterai mobil listrik bekas harus dipikirkan lagi pengolahannya. Mengingat komponen itu tidak bisa dibuang sembarangan.

“Depo baterai (untuk pengolahan limbah) itu disiapkan dari sekarang, jangan nanti satu-dua tahun. Satu mobil itu berisi ribuan (sel) baterai,” kata Prov. Dr. rer. nat. Evvy Kartini, Founder National Battery Research Institute saat ditemui di sela acara Populix x Forwot, Selasa (01/07).
Dia menegaskan regulasi pengolahan limbah baterai mobil listrik perlu dirancang lebih awal, seperti diterapkan di sejumlah negara lain.
Ketika satu merek berencana menghadirkan produk, ada pihak ketiga yang siap mengambil limbahnya untuk kemudian diolah kembali.
Komponen penampung daya ini tidak dapat dibuang sembarangan. Selain mengandung bahan kimia, potensi baterai meledak selalu ada meskipun kapasitasnya sudah nol persen.
“Kalau low battery, itu masih ada 20 persen. Voltasenya tidak sampai nol, dia sebenarnya masih ada,” ungkap Prof. Evvy.
Lebih lanjut ia menegaskan, regulasi soal pengolahan limbah baterai perlu diberlakukan pada produsen kendaraan listrik, baik roda dua maupun roda empat.
“Pemerintah bisa buat yang namanya depo, depo baterai bekas. Itu harus dirancang, dipikirkan dari sekarang,” tegas Prof. Evvy.

Sekadar informasi menurut pihak KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), fasilitas pengolahan limbah baterai konvensional saat ini sudah ada.
Khusus buat penanganan baterai mobil listrik, perlu ada kerja sama antara pelaku industri didukung regulasi.
“Limbah baterai ini akan jauh lebih besar daripada baterai konvensional ketika kita meningkatkan penggunaan kendaraan listrik hingga 15 juta unit pada tahun 2030,” kata Ary Sudjianto, Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH di acara JAMALube Oil Seminar 2025 beberapa waktu lalu.