Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Sudah Memperkirakan dan Serukan Kader PDIP Tetap Tenang

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, menunjukkan keteguhan sikap usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dirinya dengan pidana tujuh tahun penjara.
Seusai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/7), Hasto menyampaikan bahwa dirinya telah memperkirakan risiko politik ini sejak awal.
“Saya dituntut tujuh tahun, dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal,” ujar Hasto.
Ia menegaskan bahwa tuntutan ini adalah konsekuensi dari sikap politiknya yang secara konsisten memperjuangkan demokrasi, kedaulatan rakyat, dan supremasi hukum yang tidak tunduk pada kekuasaan.
“Ketika saya memilih suatu sikap politik untuk memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi, memperjuangkan hak kedaulatan rakyat, memperjuangkan pemilu yang jujur dan adil, serta memperjuangkan supremasi hukum agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan sejak awal saya sudah memperhitungkan risiko kriminalisasi,” tegasnya.
Hasto menyayangkan meskipun tekanan terhadap tokoh-tokoh kritis tidak diakui secara resmi, berbagai suara dari masyarakat sipil mengindikasikan adanya pola penggunaan hukum sebagai alat represi.
Politikus asal Yogyakarta ini pun mengingat kembali saat pertama kali mendengar bahwa kasus yang sudah inkrah akan didaur ulang untuk menjerat dirinya. Namun, ia memilih untuk tetap menghadapi semua itu dengan kepala tegak.
“Kebenaran adalah kebenaran. Tidak ada motif sejak awal. Terbukti dari keterangan saksi-saksi di persidangan ini, maupun di persidangan tahun 2020, tidak ada keterlibatan saya,” ucapnya.
Kepada seluruh kader, anggota dan simpatisan PDIP, Hasto mengimbau untuk tetap tenang dan menjaga kepercayaan terhadap kebenaran dan keadilan, meskipun ia mengakui bahwa hukum kerap kali diintervensi oleh kekuasaan.
“Percayalah bahwa kebenaran akan menang. Sikap yang saya ambil sudah saya kalkulasi secara politik. Tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” ujarnya.
Sebagai penutup, Hasto menyerukan semangat juang dan merdeka, mengingatkan sejarah perlawanan para pendiri bangsa terhadap ketidakadilan.
“Ketika berteriak ‘merdeka’, kader PNI pada tahun 1928 bisa dikenai hukuman gantung oleh hukum kolonial. Karena itu, Merdeka!” tutup Hasto. (Pon)