Salah Kaprah Pemahaman Gula Rafinasi, Amankah Dikonsumsi?

alih dianggap sebagai gula pasir biasa, gula rafinasi kerap dinilai sebagai momok untuk dikonsumsi langsung. Lalu muncul pertanyaan, amankah dikonsumsi langsung?
"Itu mitos (gula rafinasi berbahaya), justru gula kristal rafinasi itu tingkat kemurniannya tinggi. Lebih putih," kata peneliti senior dari South-East Asia Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center IPB, Nuri Andarwulan saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/7/2025).
Nuri menjelaskan, tingkat cemaran atau kandungan kontaminan dalam gula rafinasi, sangat rendah.
"Sulfit atau bahan tambahan pangan mempunyai batas maksimal penggunaan. Nah, di gula kristal rafinasi, kadarnya rendah sekali. Justru mutunya lebih baik," lanjut Nuri.
Mengapa gula rafinasi dianggap berbahaya?
Anggapan gula rafinasi berbahaya sudah lama dikenal di masyarakat umum. Jenis gula ini disebut-sebut tidak bernilai gizi, bahkan mendatangkan risiko penyakit serius.
Bila ditarik lebih jauh, sebagian gula rafinasi memang terkandung dalam makanan dan minuman kemasan, seperti biskuit, cokelat, roti, saus, hingga minuman soda.
Jumlah gula rafinasi dalam produk makanan dan minuman tersebut bervariasi, tergantung jenis produknya.
Namun, yang pasti, konsumen tidak bisa mengurangi jumlah gula dalam produk kemasan, sehingga sulit mengontrol jumlah konsumsi gula harian dari berbagai produk tersebut.
Hasilnya, ancaman masalah berat badan, diabetes, hingga penyakit jantung menghantui konsumen bila terus-menerus mengonsumsi produk ini secara berlebihan, seperti dikutip Healthline.
Nuri mengatakan, soal kandungan gizi, gula memang hanya mengandung karbohidrat sukrosa, terlepas dari jenis gulanya.
"Kalau gula kristal putih yang warnanya kekuningan itu, masih banyak mengandung zat molases yang kemudian disebut tetes tebu," kata Nuri.
Kandungan zat molases pada gula kristal putih, tidak membuat perbedaan besar nutrisi gula ini dibandingkan dengan gula rafinasi.