Bakal Kena Tambahan Tarif 10 Persen Akibat Gabung BRICS, Indonesia Harus Ubah Cara Nego Dengan AS

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif impor 10 persen untuk negara yang bergabung ke BRICS. Indonesia pun berpotensi terkena imbas karena saat ini sudah bergabung di BRICS.
Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, Indonesia tak perlu khawatir dengan dengan pemberlakuan tarif impor itu. Jika BRICS merespons secara kolektif, daya tawar mereka justru melonjak.
"Mereka menguasai lebih dari separuh populasi dunia dan memiliki PDB gabungan yang sudah melampaui G7 dalam paritas daya beli,” kata Achmad di Jakarta, Kamis (10/7).
Achmad mengingatkan, BRICS tengah membangun sistem pembayaran lintas negara berbasis mata uang lokal dan bank pembangunan bersama.
Jika tekanan tarif AS justru mempercepat de-dollarisation dan perdagangan intra-BRICS, maka ancaman Trump akan menjadi bumerang bagi AS sendiri.
"Kesalahan terbesar Trump adalah mengira BRICS hanyalah organisasi simbolik tanpa kesatuan kepentingan," ungkap Achmad.
Jika negara-negara BRICS menghadapi AS secara individual, mereka akan ditekan dan dikalahkan satu per satu.
Namun, jika mereka menegosiasikan resiprokal tarif secara kolektif, posisi tawar mereka akan jauh lebih kuat.
"Bayangkan bila BRICS memutuskan menaikkan tarif bersama pada impor produk pertanian, energi, atau teknologi AS, dampak kerugiannya bagi manufaktur dan petani AS akan sangat besar, apalagi di tahun politik,” jelas Achmad.
Ubah Cara Negosasi
Posisi Indonesia selama ini dinilai cenderung melunak dan tunduk untuk mengamankan kepentingan ekspor ke AS tanpa strategi bersama yang kokoh.
Padahal, pendekatan seperti ini hanya menempatkan Indonesia sebagai pihak yang mudah ditekan.
Justru dengan tampil bersama BRICS dan menegosiasikan tarif secara kolektif, posisi Indonesia akan semakin kuat.
“Karena AS tidak mungkin mengabaikan pasar gabungan BRICS yang begitu besar dan strategi,” tutur Achmad.
Dalam menghadapi ancaman tarif tambahan 10 persen dari AS yang ditujukan kepada negara-negara BRICS, Indonesia harus mengevaluasi strategi negosiasinya yang selama ini cenderung defensif dan tidak membuahkan hasil.
“Daripada terus berupaya mencari solusi secara bilateral, sudah saatnya Indonesia beralih ke pendekatan kolektif bersama BRICS untuk memperkuat posisi tawar,” tutup Achmad.