Diberikan Tarif Lebih Rendah Dibanding Negara Lain, Produk Tekstil dan Alas Kaki Indonesia Masih Akan Lebih Mahal di AS

Diberikan Tarif Lebih Rendah Dibanding Negara Lain, Produk Tekstil dan Alas Kaki Indonesia Masih Akan Lebih Mahal di AS

Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengusulkan penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap seluruh produk asal Indonesia yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

Namun, hasil negosiasi antara kedua negara menghasilkan tarif baru sebesar 19 persen, serta disepakatinya sejumlah komitmen dagang.

Lembaga kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut menyebut industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki merupakan sektor yang paling berdampak saat tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen untuk produk Indonesia akan diberlakukan pada 1 Agustus 2025.

Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan sektor-sektor tersebut merupakan salah satu penyumbang ekspor terbesar ke AS. Dari industri-industri ini, pekerja informal hingga formal terlibat di dalamnya.

"PR kita adalah bagaimana memikirkan pasar tekstil dan alas kaki kita di Amerika Serikat, karena kita lumayan bergantung dari situ, banyak padat karya," ujar Heri dalam diskusi publik di Jakarta, Senin.

Heri menjelaskan, Indonesia harus memiliki daya saing komparatif dan daya saing kompetitif. Secara kompetitif, Indonesia masih kalah bersaing dengan produk-produk negara kompetitor, seperti Vietnam, India, Bangladesh hingga Malaysia.

Negara-negara tersebut dianggap sudah melakukan efisiensi dari sisi biaya produksi, sehingga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap harga jual produk ketika masuk ke pasar AS.

Biaya produksi tersebut meliputi bahan baku, listrik, logistik hingga transportasi. Negara-negara pesaing Indonesia telah melakukan efisiensi pada ongkos produksinya, sehingga saat barang tersebut masuk AS harga jualnya tidak akan lebih tinggi dari produk asal Indonesia. Hal ini akan membuat Indonesia kesulitan untuk bersaing secara harga.

"Jadi dampak yang paling dirasakan itu adalah bagi industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Kalau industri seperti turunan kelapa sawit, karena memang kita memiliki keunggulan komparatif, karena enggak ada lagi di mana-mana, cuma ada dari Indonesia sama Malaysia, kita tertolong di situ," katanya.