Unpad Buka Fakta Polemik KJA Lobster Pangandaran, Berbasis Riset, Tak Ganggu Ekosistem Laut

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Yudi Nurul Ihsan menegaskan bahwa kegiatan budidaya lobster dengan teknologi keramba jaring apung (KJA) di perairan Pangandaran, Jawa Barat, sudah berbasis riset.
Menurutnya, hal ini memastikan kegiatan tersebut tidak mengganggu keberlanjutan ekosistem laut.
"Riset mengenai benih bening lobster (BBL) di Pangandaran sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, mengingat kampus kami ada di wilayah tersebut dan sumber daya BBL mudah ditemukan di perairan setempat," ungkap Yudi di Jakarta, Selasa (12/8/2025) dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan, riset dilakukan dari berbagai aspek, dengan kesimpulan bahwa BBL sebaiknya ditangkap dan dibudidayakan.
Alasan utamanya adalah tingkat kelangsungan hidup (survival rate) BBL yang rendah bukan karena dimangsa biota laut lain, melainkan akibat kanibalisme antar sesama lobster muda.
Mengapa Budidaya Lobster Menguntungkan Masyarakat?
Dengan dibudidayakan, BBL dapat memberikan manfaat ekonomi signifikan bagi masyarakat sekitar.
Yudi menyayangkan adanya penolakan terhadap kegiatan ini, padahal selain lobster, lokasi budidaya juga memelihara ikan kerapu. Kedua komoditas tersebut berpotensi besar meningkatkan pendapatan warga.
“Diatur saja wilayahnya antara budidaya dan pariwisata, saya pastikan kalau ini diatur tidak akan saling mengganggu. Kawasan perairan di Pangandaran cukup luas untuk semua,” ujarnya.
Ia juga menekankan potensi eduwisata budidaya lobster modern yang dapat menarik wisatawan.
Bagaimana Regulasi Menjamin Tidak Terjadi Konflik?
Yudi menjelaskan bahwa adanya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertujuan mencegah konflik pemanfaatan ruang laut.
Proses penerbitan PKKPRL melibatkan tahapan pendaftaran melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS), verifikasi administrasi, serta penilaian teknis yang melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi.
Menurutnya, lokasi KJA yang menjadi sorotan sudah sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat.
Dalam aturan tersebut, lokasi budidaya berada di dalam Zona Pemanfaatan Terbatas Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pangandaran dan diperbolehkan untuk kegiatan budidaya.
Apakah Budidaya Lobster Merusak Lingkungan?
Menanggapi tudingan perusakan lingkungan, Yudi menegaskan bahwa hal itu tidak masuk akal.
Semua izin yang diperlukan, mulai dari PKKPRL, persetujuan lingkungan, hingga perizinan berusaha berbasis risiko telah dipenuhi oleh pihak pembudidaya.
Lokasi KJA lobster di Pangandaran dipilih dengan pertimbangan kondisi perairan yang tenang dan kedalaman 6-7 meter, ideal untuk budidaya. Lokasi dengan ombak besar justru berisiko merusak infrastruktur KJA.
Apa Pelajaran dari Kegagalan Proyek di Era Menteri Susi?
Yudi mengingatkan kegagalan proyek KJA lepas pantai pada 2018 di era Menteri Susi Pudjiastuti.
Saat itu, delapan unit KJA offshore rusak akibat gelombang besar, padahal proyek tersebut menelan biaya Rp42 miliar per daerah dari APBN 2017 untuk membeli teknologi dan fasilitas dari Norwegia. Kini, keramba-keramba tersebut terbengkalai.
"Kalau asal main tanpa riset, hasilnya seperti dulu—malah jadi sampah dan uang miliaran rupiah hilang," pungkasnya.
Dengan landasan riset, perencanaan matang, dan dukungan regulasi, Yudi berharap budidaya lobster di Pangandaran dapat berjalan optimal, memberi manfaat ekonomi, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!