Wabah di Sumenep: Kenali Perbedaan Campak dan Campak Jerman

Kasus campak di Sumenep, Jawa Timur, yang terus meluas membuat pemerintah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Sejak Januari hingga Agustus 2025, sudah lebih dari 2.000 kasus campak dengan 17 anak meninggal dunia.
Menyebarnya kasus campak ini diyakini salah satunya dipicu oleh banyak anak yang tidak mendapat imunisasi selama pandemi Covid-19. Posyandu yang biasanya rutin digelar sempat terhenti, sehingga banyak anak melewatkan jadwal vaksinasi.
"Padahal seharusnya, di usia mereka yang 9 bulan, harus dan wajib mendapatkan vaksin campak," ujar Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, dilaporkan oleh Kompas.com, (23/8/2025).
Kondisi ini menjadi pengingat pentingnya imunisasi, terutama imunisasi MR (Measles dan Rubella), untuk melindungi anak dari dua penyakit yang kerap dianggap mirip, yakni campak dan campak Jerman.
Sering kali masyarakat masih rancu dalam membedakan campak (measles) dengan campak Jerman (rubella). Padahal, keduanya berbeda dan memiliki dampak kesehatan yang tidak sama.
Bedanya campak dan campak Jerman
Menurut penjelasan dr. Santi, Health Management Specialist Corporate HR Kompas Gramedia, campak, atau measles, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus morbillivirus.
Penyebarannya sangat cepat melalui udara ketika penderita batuk, bersin, atau bahkan berbicara dan bernapas. Gejalanya ditandai dengan demam, batuk, pilek, mata merah, dan bercak kemerahan di kulit.
ilustrasi gejala malaria.
Bila tidak tertangani, campak bisa menimbulkan komplikasi serius, mulai dari diare, radang paru, radang otak, hingga kebutaan dan kematian.
"Campak memang penyakit yang sangat menular. Sekitar 90 persen orang yang belum pernah kena campak atau belum pernah mendapat vaksin campak akan menderita campak ketika berada di sekitar penderita campak," jelas dr. Santi.
Sementara itu, campak Jerman atau rubella cenderung lebih ringan. Gejalanya mirip, yakni demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, serta nyeri sendi.
Namun, penyakit ini sangat berbahaya bila menyerang ibu hamil, terutama di trimester pertama. Infeksi rubella bisa menyebabkan keguguran atau melahirkan bayi dengan cacat bawaan seperti kelainan jantung, kerusakan otak, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran.
Keduanya sama-sama menular lewat udara, tetapi dampak yang ditimbulkan berbeda. Campak bisa berakibat fatal bagi anak, sedangkan rubella berisiko besar pada kehamilan.
Imunisasi MR sebagai perlindungan
Satu-satunya cara efektif mencegah campak dan rubella adalah dengan imunisasi MR. Vaksin ini diberikan pada anak usia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun dalam program kampanye massal, lalu masuk ke jadwal imunisasi rutin.
"Vaksin MR aman digunakan dan telah digunakan di lebih dari 141 negara, dan mendapat rekomendasi dari WHO serta izin edar dari BPOM," ujar dr. Santi.
Melalui imunisasi MR, tubuh anak membentuk antibodi yang melindungi mereka dari dua penyakit sekaligus.
Cakupan imunisasi yang luas juga penting untuk menciptakan kekebalan kelompok. Artinya, semakin banyak anak yang divaksin, semakin sulit virus berpindah dari satu orang ke orang lain.
“Pemberian imunisasi MR secara massal di seluruh Indonesia bertujuan memutus rantai penularan virus campak dan campak Jerman,” jelas dr. Santi.
Dengan cakupan minimal 95 persen, kekebalan kelompok dapat terbentuk sehingga wabah bisa dicegah.
Belajar dari kasus sumenep
Lonjakan kasus campak di Sumenep menunjukkan betapa rapuhnya perlindungan ketika banyak anak tidak mendapat imunisasi.
Untuk itu, pemerintah daerah menggelar imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) mulai 25 Agustus 2025. Program ini menargetkan anak usia 9 bulan hingga 59 bulan di 26 puskesmas, baik di daratan maupun kepulauan.
Upaya ini penting karena paparan virus tidak selalu berarti vonis sakit. Faktor host (daya tahan tubuh anak), agent (virus), dan environment (lingkungan) sangat berpengaruh.
Dengan imunisasi, nutrisi yang baik, serta lingkungan sehat, risiko penularan dapat ditekan.
Saatnya orangtua tidak ragu
Masih ada orangtua yang ragu memberi imunisasi karena takut efek samping. Padahal, efek samping vaksin MR umumnya ringan, seperti demam atau ruam di bekas tempat suntikan yang akan hilang sendiri.
Kasus efek samping berat akibat vaksin sangat jarang, sementara risiko dari campak dan rubella jauh lebih berbahaya.
Belajar dari kasus di Sumenep, imunisasi MR bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Melindungi anak bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga bagian dari upaya melindungi masyarakat luas.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!