Apa Alasan Sebenarnya Kita Males Kerja?

Ilustrasi Malas Kerja, Tanda-Tanda Burnout Terselubung, Penyebab Utama Burnout, Dampak Burnout Jika Dibiarkan, Cara Mengatasi Burnout
Ilustrasi Malas Kerja

Pernah nggak sih kamu merasa males banget kerja, padahal sebenarnya kamu bukan tipe orang pemalas? Rasanya tubuh capek, pikiran buntu, motivasi hilang, dan setiap kali bangun pagi, semangat kerja seolah tersedot habis.

Fenomena ini ternyata banyak dialami oleh para pekerja modern, bukan hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejak 2019 burnout resmi diakui sebagai sindrom yang berkaitan dengan pekerjaan. Artinya, rasa enggan bekerja yang kita kira hanya sekadar malas bisa jadi adalah tanda kelelahan kronis akibat stres kerja. Inilah yang disebut sebagai burnout terselubung.

WHO mendefinisikan burnout sebagai sindrom yang muncul akibat stres kerja kronis yang tidak dikelola dengan baik. Ada tiga gejala utama yang biasanya muncul mulai dari kelelahan fisik dan emosional yang terus-menerus, munculnya rasa sinis atau terasing dari pekerjaan. Hingga menurunnya performa kerja secara signifikan.

Namun, burnout tidak selalu terlihat jelas. Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalaminya. Mereka hanya merasa males kerja tanpa tahu bahwa kondisi tersebut sebenarnya sinyal tubuh dan pikiran yang sudah kewalahan.

Tanda-Tanda Burnout Terselubung

Rasa malas kerja yang ternyata bisa jadi burnout biasanya ditandai dengan:

  • Selalu merasa lelah meski sudah tidur cukup. Tidur panjang pun tidak mengembalikan energi.
  • Kesulitan fokus dan cepat kehilangan motivasi. Tugas sederhana terasa berat.
  • Merasa tidak peduli dengan hasil pekerjaan. Ada perasaan apatis.
  • Sikap sinis terhadap atasan atau rekan kerja. Bahkan pekerjaan yang dulu menyenangkan pun kini terasa membosankan.

Tanda-tanda ini sering disalahpahami oleh lingkungan sekitar, bahkan oleh diri kita sendiri, sebagai malas. Padahal sebenarnya tubuh sedang memberi peringatan serius.

Penyebab Utama Burnout

Burnout tidak datang tiba-tiba. Ada beberapa faktor utama yang bisa menyulutnya:

  1. Tuntutan kerja berlebihan. Target terlalu tinggi dan beban kerja yang tidak realistis membuat energi cepat habis.
  2. Minim kontrol. Karyawan yang tidak punya kendali atas cara mereka bekerja cenderung merasa frustrasi.
  3. Lingkungan kerja toksik. Atasan yang abusif atau rekan kerja yang tidak suportif memperparah tekanan.
  4. Kurangnya keseimbangan hidup. Terlalu banyak bekerja tanpa ruang untuk istirahat, keluarga, atau hobi.

Faktor-faktor ini membuat seseorang kehilangan energi sekaligus makna dalam bekerja.

Salah satu pakar paling terkemuka di dunia dalam riset burnout yang juga Profesor Emerita Psikologi di University of California, Berkeley, Dr. Christina Maslach dalam wawancaranya dengan Harvard Business Review (2021), Dr. Maslach menegaskan bahwa burnout bukan tentang individu yang lemah atau malas.

”Ini adalah respon terhadap kondisi kerja yang kronis, terlalu banyak tuntutan dan terlalu sedikit sumber daya,” kata dia.

Artinya, kalau kita merasa malas kerja secara terus-menerus, bisa jadi masalahnya bukan ada pada diri kita, melainkan pada sistem kerja yang tidak sehat. Menyalahkan diri sendiri hanya akan memperburuk kondisi, sementara solusi sebenarnya harus melibatkan perubahan pada lingkungan kerja.

Dampak Burnout Jika Dibiarkan

Burnout yang tidak segera ditangani bisa berdampak luas, tidak hanya pada pekerjaan tapi juga pada kesehatan:

  • Penurunan performa. Kreativitas, fokus, dan produktivitas menurun drastis.
  • Masalah kesehatan mental. Burnout bisa memicu depresi dan kecemasan.
  • Masalah kesehatan fisik. Gangguan tidur, sakit kepala, hingga masalah pencernaan sering muncul.
  • Karier stagnan. Banyak orang akhirnya kehilangan motivasi dan bahkan keluar dari pekerjaan.

Dengan kata lain, burnout bukan hanya sekadar males kerja, tapi sebuah kondisi serius yang bisa mengubah hidup seseorang.

Cara Mengatasi Burnout

Kabar baiknya, burnout bisa diatasi. Namun caranya harus menyentuh dua level: individu dan organisasi.

1. Level Individu

  • Atur ulang waktu istirahat. Pastikan tidur cukup dan punya waktu rehat di sela pekerjaan.
  • Olahraga ringan. Aktivitas fisik membantu meredakan stres dan meningkatkan energi.
  • Mindfulness atau meditasi. Melatih kesadaran diri dapat menurunkan tingkat stres.
  • Tegas pada batas kerja. Jangan biarkan jam kerja merusak kehidupan pribadi.

2. Level Organisasi

  • Kepemimpinan yang suportif. Atasan harus mendengarkan masukan karyawan.
  • Beban kerja realistis. Target harus disesuaikan dengan kapasitas tim.
  • Penghargaan yang adil. Rasa dihargai bisa meningkatkan motivasi.
  • Fleksibilitas kerja. Work from home atau jam fleksibel bisa jadi solusi.

Menurut Dr. Maslach, untuk mengatasi burnout, kita harus memperbaiki tempat kerja, bukan hanya menyalahkan individu. Maka, peran perusahaan sama pentingnya dengan usaha pribadi.