Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Tren flexing kerap terjadi di media sosial. Orang-orang yang flexing tersebut tak segan memamerkan dirinya duduk di Kelas Bisnis di pesawat, punya barang branded, punya harta melimpah, dan liburan ke luar negeri. 

Tak hanya soal gaya hidup, flexing juga bisa dalam bentuk menunjukkan pencapaian karier atau pendidikan. 

Meski sering dianggap sebagai ekspresi kebanggaan, ternyata perilaku ini punya kaitan erat dengan kebutuhan psikologis dan sosial seseorang.

Psikolog dan sosiolog menilai, flexing bukan hanya soal pamer, melainkan juga tanda bahwa seseorang membutuhkan validasi atau pengakuan dari orang lain.

Mengenal fenomena flexing di media sosial

Manusia butuh pengakuan dari lingkungan sekitar

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Fenomena flexing mencerminkan keinginan sebagian orang untuk terlihat mapan dan dihargai di mata publik. Simak penjelasan selengkapnya.

Psikolog Klinis Maria Fionna Callista menjelaskan, flexing bisa ditinjau dari sisi kebutuhan psikologis manusia. Menurutnya, setiap orang pasti memiliki kebutuhan dasar, dari kebutuhan primer hingga kebutuhan emosional.

“Kalau dari sisi psikologis, flexing itu biasanya bisa dijelaskan terkait dengan kebutuhan manusia,” jelas Fionna saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (3/9/2025).

Ia menyebut, kebutuhan manusia tidak hanya sebatas sandang, pangan, dan papan, tapi juga kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman, kasih sayang, dan pengakuan dari lingkungan sosialnya.

Perilaku flexing ini termasuk dalam kebutuhan manusia akan pengakuan dari lingkungan sekitar. 

“Kemudian ada juga pemengahan emosionalnya, needs (kebutuhan) untuk affection (afeksi), security (keamanan), termasuk juga kebutuhan untuk recognition atau diakui dan dihargai,” jelasnya. 

Media sosial memberi feedback instan

Likes dan komentar bisa membuat seseorang merasa dihargai

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Fenomena flexing mencerminkan keinginan sebagian orang untuk terlihat mapan dan dihargai di mata publik. Simak penjelasan selengkapnya.

Fionna menambahkan, media sosial menjadi sarana yang memberikan feedback (umpan balik) cepat bagi orang yang melakukan flexing. 

Hal inilah yang membuat perilaku ini semakin sering dilakukan banyak orang akhir-akhir ini.

“Ketika melakukan flexing di sosial media, biasanya kita juga mendapatkan instant feedback, berupa likes atau misalnya komentar pujian dan lain sebagainya,” ujarnya.

Menurutnya, bentuk pujian atau perhatian tersebut bisa membuat seseorang merasa dihargai dan diakui. 

Inilah yang membuat flexing sering dianggap sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan psikologis terkait pengakuan sosial.

“Perilaku ini salah satu bentuk dari recognition atau pengakuan yang kita dapatkan dari hasil flexing,” tambahnya.

Flexing, fenomena sosial kelas menengah

Tujuannya untuk mendapat validasi orang lain

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Kelas bisnis pada Emirates Airbus A380.

Sementara itu, dari sisi sosiologis, tren flexing kerap muncul di kalangan masyarakat kelas menengah. Hal ini disampaikan oleh Nia Elvina, sosiolog dari Universitas Nasional (Unas).

“Saya kira fenomena flexing ini berkembang di kalangan masyarakat kelas menengah,” kata Nia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/9/2025).

Seperti yang disampaikan oleh Fionna, Nia setuju bahwa salah satu tujuan utama orang melakukan flexing adalah untuk mendapatkan validasi dari anggota masyarakat lain.

“Tujuan dari anggota masyarakat yang melakukan tindakan ini adalah ingin divalidasi oleh anggota masyarakat lain,” jelas Nia.

Flexing jadi simbol status dan kelas sosial

Cerminan lemahnya ikatan sosial dengan orang-orang sekitar

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Fenomena flexing mencerminkan keinginan sebagian orang untuk terlihat mapan dan dihargai di mata publik. Simak penjelasan selengkapnya.

Lebih jauh, Nia menilai, flexing kerap digunakan sebagai simbol status sosial. Dengan menampilkan gaya hidup mewah, seseorang ingin menunjukkan bahwa dirinya sudah berada di level masyarakat mapan atau kelas atas.

“Mereka ingin menunjukkan kalau sudah posisi di kelas atas, kelas masyarakat mapan, atau dengan kata lain kalangan old money,” jelasnya.

Namun, ia mengungkap, fenomena ini juga bisa menjadi cerminan lemahnya ikatan sosial seseorang dengan orang-orang terdekatnya.

Kurangnya validasi dan rasa dihargai dari lingkungan terdekat, membuat seseorang memilih untuk memamerkan apa yang ia miliki di media sosial agar mendapatkan pengakuan dari orang lain.

“Secara sosiologis, anggota masyarakat yang melakukan tindakan ini juga dilihat sebagai anggota masyarakat yang kurang mempunyai ikatan yang kuat dengan pasangan atau orang-orang terdekatnya,” terang Nia.

Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

flexing adalah, Flexing, fenomena flexing, fenomena flexing di media sosial, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh orang, flexing di media sosial, Fenomena Flexing di Media Sosial, Tanda Seseorang Butuh Validasi Orang Lain, Mengenal fenomena flexing di media sosial, Media sosial memberi feedback instan, Flexing, fenomena sosial kelas menengah, Flexing jadi simbol status dan kelas sosial, Flexing menandakan kebutuhan validasi yang lebih besar

Fenomena flexing mencerminkan keinginan sebagian orang untuk terlihat mapan dan dihargai di mata publik. Simak penjelasan selengkapnya.

Nia menegaskan, dalam kondisi ideal, kebahagiaan atau pencapaian pribadi seharusnya bisa dibagikan terlebih dahulu kepada orang terdekat, bukan kepada publik luas di media sosial.

“Idealnya, kita bisa berbagi keinginan dan kebahagiaan dengan orang terdekat kita atau pasangan kita, bukan di media sosial,” ujarnya.

Menurutnya, ketika seseorang lebih memilih berbagi di media sosial ketimbang dengan lingkaran terdekat, itu bisa menandakan adanya kebutuhan lebih besar untuk memperoleh pengakuan dari orang luar.

Fenomena flexing di media sosial pada akhirnya tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan manusia akan pengakuan sosial. 

Dari sisi psikologis, hal ini berkaitan dengan kebutuhan untuk dihargai. Dari sisi sosiologis, perilaku ini menunjukkan adanya keinginan untuk naik kelas secara simbolis di hadapan publik.

Meski begitu, para ahli mengingatkan, validasi paling sehat seharusnya datang dari diri sendiri dan orang-orang terdekat, bukan semata dari likes atau komentar di media sosial.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.