Chrome Terancam Pisah dari Google, Jadi "Rebutan" Perplexity hingga Yahoo

Peramban milik Google, Chrome, tengah menjadi sorotan. Browser dengan pengguna terbanyak secara global itu terancam harus pisah dengan Google sebagai bagian dari sanksi kasus monopoli yang menjerat perusahaan asal California, Amerika Serikat itu.
Kini giliran Perplexity dan Yahoo yang mengungkapkan ketertarikan untuk membeli Chrome, jika Google memang diwajibkan menjualnya. Perplexity sendiri adalah perusahaan AI pesaing ChatGPT.
Hal ini diungkapkan oleh Chief Business Officer Perplexity Dmitry Shevelenko, dan General Manager Yahoo Search Brian Provost saat menjadi saksi dalam sidang anti-monopoli terhadap Google, belum lama ini. Keduanya hadir untuk memberikan testimoni soal dominasi Google di pasar pencarian online dengan browser Chrome.
"Kami ingin (sanksi) tetap masuk akal. Google membangun produk-produk bagus yang membantu banyak pihak berinovasi. Kami tidak ingin ada solusi yang justru melemahkan kemampuan Google untuk terus melakukan itu," kata Shevelenko.
Shevelenko juga mengungkapkan tantangan yang dihadapi Perplexity dalam bersaing dengan Google, terutama di perangkat Android. Ia menyebut pengaturan untuk mengganti Google Assistant dengan Perplexity di Android sebagai "jungle gym" yang rumit.
Bahkan setelah berhasil dijadikan default, Perplexity tetap tidak sekuat Google Assistant karena pengguna harus menekan tombol untuk mengaktifkannya, tidak bisa hanya dengan perintah suara seperti "Hey Google".
Di samping itu, Shevelenko menyoroti tekanan besar dari Google terhadap mitra manufaktur ponsel. Menurutnya, banyak produsen yang enggan bekerja sama dengan Perplexity karena takut kehilangan pembagian pendapatan dari Google.
Sementara itu, Yahoo, lewat General Manager Yahoo Search Brian Provost, juga menyatakan siap mengakuisisi Chrome dengan dukungan pemiliknya, Apollo Global Management.Menurut Provost, Chrome adalah "pemain strategis terpenting di web". Dengan ini, Yahoo memperkirakan nilai akuisisinya bisa mencapai puluhan miliar dolar AS.
Demi mendukung ambisinya, Yahoo dilaporkan tengah mengembangkan browser sendiri dan langsung tertarik membeli Chrome begitu rencana pemaksaan divestasi muncul ke publik.
OpenAI mau bikin browser berbasis AI
Selain Perplexity dan Yahoo, OpenAI juga sebelumnya telah mengungkapkan ketertarikannya untuk membeli Chrome. Nick Turley, kepala ChatGPT di OpenAI, mengatakan pihaknya akan ikut bersaing jika Chrome benar-benar dijual.“Dengan memiliki Chrome, kami bisa menawarkan pengalaman yang luar biasa dan memperkenalkan kepada pengguna seperti apa bentuk browser yang benar-benar berbasis AI,” kata Turley dalam kesaksiannya pada Selasa (22/4/2025), seperti dikutip dari Bloomberg.
Dalam kesaksiannya, Turley menyebut bahwa OpenAI pernah meminta akses ke data pencarian Google untuk meningkatkan performa layanan SearchGPT (mesin pencari di dalam ChatGPT), tapi ditolak.
Ia juga mengaku sulit bersaing karena Google memiliki kekuatan finansial dan pengaruh besar terhadap perusahaan seperti Samsung. Misalnya, Google mulai membayar Samsung sejak Januari agar aplikasi Gemini (AI milik Google) terpasang langsung di ponsel buatan Samsung.
Di samping itu, Google juga dilaporkan membayar Apple miliaran dollar AS per tahun agar tetap menjadi mesin pencari default di peramban Safari. Departemen Kehakiman AS melihat ini sebagai strategi yang menghambat kompetisi.
OpenAI sendiri kabarnya sudah mempertimbangkan untuk mengembangkan browser baru yang bisa menjadi pesaing Chrome. Beberapa bulan lalu, perusahaan ini merekrut dua mantan pengembang utama Google Chrome, yakni Ben Goodger dan Darin Fisher.
Sanksi final bulan Agusuts 2025
Sebelumnya, Departemen Kehakiman AS (Department of Justice/DoJ) memenangkan gugatan antitrust terhadap Google pada 2023. Pengadilan menyimpulkan bahwa Google memonopoli pasar pencarian secara ilegal.Dalam tuntutannya, Departemen Kehakiman AS meminta pengadilan untuk memaksa Google menjual Chrome sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi monopoli pasar pencarian online.
Menurut Departemen Kehakiman AS, Google tidak boleh mengontrol semua saluran distribusi utama ke internet, termasuk browser. Browser ini disebut sebagai gerbang utama internet yang telah memperkuat posisi dominan Google selama bertahun-tahun.
Divestasi Chrome disebut akan membuka peluang bagi pesaing lain untuk menciptakan browser yang lebih terbuka dan bervariasi, serta memberi mereka kesempatan yang lebih adil untuk bersaing.
Selain mewajibkan divestasi Chrome, Departemen Kehakiman AS juga merekomendasikan agar Google dipaksa memberikan lisensi data pencarian kepada kompetitor dan menghentikan kontrak eksklusif dengan produsen gadget, termasuk Apple yang menjadikan Google sebagai mesin pencari default di perangkat iPhone dan Mac.
DoJ percaya bahwa langkah-langkah ini akan mengurangi kontrol dominan Google atas pasar pencarian dan memberi ruang lebih banyak untuk kompetisi yang sehat.