Kasus Chromebook Belum Usai, Giliran KPK Usut Pengadaan Google Cloud di Kemendikbud

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait pengadaan layanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Pengusutan ini disebut memiliki kaitan erat dengan kasus serupa yang sedang ditangani Kejaksaan Agung, yakni korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi hal tersebut saat dimintai keterangan di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
"Ini masih lidik (tahap penyelidikan)," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa kasus Google Cloud tidak bisa dipisahkan dari pengadaan Chromebook, karena keduanya merupakan bagian dari satu paket kebijakan digitalisasi yang dijalankan Kemendikbudristek.
Apa Kaitan Google Cloud dan Chromebook?
Menurut Asep, penyelidikan KPK mencakup semua elemen yang berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan, termasuk pengadaan perangkat keras (laptop) dan perangkat lunak berbasis layanan cloud computing.
"Chromebook-nya tidak bisa terpisahkan. Ada Google Cloud dan lain-lain bagian dari itu," tambahnya.
Meski demikian, KPK belum mengungkap secara rinci instansi atau pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.
Proses penyelidikan masih berjalan dan Asep belum dapat memberikan detail lebih lanjut mengenai perkembangan kasus.
Bagaimana Perkembangan Kasus Chromebook di Kejagung?
Secara paralel, Kejaksaan Agung telah lebih dulu mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome OS di lingkungan Kemendikbudristek. Dari penyelidikan tersebut, Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka:
- Jurist Tan, mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan era Nadiem Makarim.
- Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek.
- Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek (2020-2021).
- Mulyatsyah, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek (2020-2021).
Pengadaan laptop tersebut dilaksanakan pada 2020 hingga 2022 dengan total anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Laptop-laptop itu direncanakan untuk mendukung pembelajaran daring di satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, hingga SMA, termasuk di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Dalam prosesnya, para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan mereka dengan merancang petunjuk pelaksanaan (juklak) yang secara khusus mengarahkan pembelian ke produk Chromebook.
Hal ini dinilai menguntungkan pihak tertentu dan tidak berdasarkan prinsip pengadaan yang transparan dan kompetitif.
Kajian awal internal Kemendikbudristek bahkan telah mengidentifikasi bahwa Chromebook memiliki sejumlah kelemahan jika digunakan di konteks Indonesia, antara lain keterbatasan konektivitas internet di wilayah 3T dan ketergantungan pada sistem berbasis cloud yang tidak selalu stabil di lapangan.
Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp 1,98 triliun. Dugaan kuat menunjukkan adanya rekayasa dalam proses pengadaan, mulai dari perencanaan hingga distribusi barang, yang tidak sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan riil di lapangan.
Nama mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim juga disebut-sebut dalam pusaran kasus ini karena ia menjabat sebagai menteri pada periode pengadaan berlangsung.
Namun, hingga saat ini, Kejagung belum menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Pihak Kejagung menyatakan bahwa proses hukum berjalan sesuai prosedur dan semua pihak akan dimintai keterangan jika diperlukan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".