Mantan Bos Google Mau Bangun Data Center di Luar Angkasa

Google, data center, luar angkasa, pusat data, Luar angkasa, Mantan Bos Google Mau Bangun Data Center di Luar Angkasa

Menurut Schmidt, permintaan energi dari data center sudah sangat besar. Dia menjabarkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir Amerika Serikat rata-rata menghasilkan 1 gigawatt daya.

Namun, kini sejumlah perusahaan membangun pusat data yang ditaksir memerlukan daya sekitar 10 gigawatt. Jumlahnya diramal bertambah, menjadi sekitar 29 gigawatt pada tahun 2027, hingga 67 gigawatt pada tahun 2030.

"Semua ini bersifat industrial dalam skala yang belum pernah saya lihat sebelumnya," kata Schmidt saat menyampaikan pandangannya tentang masa depan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam sidang bersama Komite Energi dan Perdagangan AS pada April lalu.

Lebih lanjut, mantan bos Google ini menilai bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi permintaan daya di tengah ledakan tren AI, yaitu dengan "memanen" energi matahari secara langsung di luar angkasa.

Pernyataan Schmidt tersebut juga menegaskan, bahwa alasan dirinya mengakuisisi saham mayoritas Relativity Space pada Maret 2025 lalu adalah untuk membangun data center di luar angkasa.

Dilansir Ars Technica, Jumat (9/5/2025), Relativity Space boleh jadi satu-satunya perusahaan antariksa yang tepat untuk membangun data center di luar angkasa berbiaya terjangkau.

SpaceX dan Blue Origin contohnya, masing-masing dimiliki oleh miliader Elon Musk dan Jeff Bezos. Dengan begitu, orang yang memiliki misi ke luar angkasa seperti Eric Schmidt, akan memiliki akses yang terbatas bila memakai layanan dua perusahaan tadi.

Opsi lainnya yaitu roket Vulcan milik United Launch Alliance, harganya tergolong mahal. Sementara itu wahana antariksa Neutron bikinan Rocket Lab yang akan segera dirilis, terlalu kecil untuk ambisi Schmidt.

Bila terealisasi, Terran R akan menjadi wahana peluncur hebat yang mampu meluncurkan 33,5 ton ke orbit rendah bumi, bila dipakai dalam mode sekali pakai. Namun bila kendaraan antariksa ini diluncurkan dalam mode dipakai ulang (reusable), maka muatannya hanya sekitar 23,5 ton.

Demi mewujudkan misinya, Schmidt kini dilaporkan mencari mitra tambahan guna mendanai Relativity Space. Sebab, kekayaan Schmidt hanya sekitar 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 330 triliun), lain dari Elon Musk dan Bezos yang tembus ratusan miliar dollar AS, sehingga bisa menunjang misi ambisiusnya.