Konflik Merambah Ranah Digital, Peretas Pro-Israel Klaim Curi Rp 1,44 Triliun dari Bursa Kripto Terbesar Iran

Iran-Israel merembet ke ranah digital. Sejumlah perusahaan pemantau kripto independen melaporkan pada Rabu (18/6) bahwa peretas telah mencuri USD 90 juta (sekira Rp 1,44 triliun) dari bursa kripto terbesar Iran. Kelompok peretas pro-Israel yang terampil, dikenal dengan sebutan Predatory Sparrow, mengklaim bertanggung jawab atas serangan siber tersebut. Tampaknya, serangan siber ini ditujukan untuk semakin melemahkan Iran di tengah serangan militer Israel terhadap Teheran.
Seperti dilaporkan CNN, dalam sebuah unggahan berbahasa Farsi di X, para peretas mengatakan mereka telah menyerang bursa kripto Nobitex. Para peretas mengklaim Iran menggunakan platform itu untuk menghindari sanksi internasional. Lebih luar biasa lagi, para peretas mungkin membuang kripto hasil curian itu dengan mentransfernya ke dompet digital yang tidak mereka kuasai. Demikian disebut beberapa pakar keamanan siber.
Nobitex mengakui insiden ini dalam pernyataan di situs web mereka pada Rabu, menyebutkan bahwa akses ke platform telah ‘ditangguhkan’ untuk sementara waktu sebagai tindakan pencegahan.
Perusahaan pemantau kripto Elliptic dan TRM Labs membenarkan bahwa aset kripto memang dicuri dan dikirim ke dompet kripto yang disertai dengan kata-kata kasar yang mengacu pada Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Dalam serangan terpisah pada Selasa (18/6), Predatory Sparrow mengklaim telah menghancurkan data di Bank Sepah, bank milik Iran. Mereka berdalih bahwa bank tersebut digunakan anggota IRGC. Kantor berita Fars yang berafiliasi dengan negara memperingatkan akan adanya gangguan pada layanan bank di pompa bensin. Seorang sumber di Teheran mengatakan kepada CNN bahwa ia telah mengunjungi sekitar 10 mesin ATM pada Selasa dan Rabu dan semuanya tidak berfungsi atau kehabisan uang tunai.
Dua serangan siber mengejutkan ini menandai eskalasi baru dalam perang bayangan digital antara Israel dan Iran yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kedua negara, atau para pendukung mereka, telah melakukan spionase digital dan serangan penghancuran data untuk keuntungan taktis.
Dalam peretasan lainnya, stasiun televisi nasional Iran disusupi pada Rabu. Para peretas menayangkan cuplikan yang menyerukan pemberontakan publik terhadap pemerintah Iran. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Predatory Sparrow telah dikenal dalam lima tahun terakhir atas serangan siber spektakuler mereka, termasuk melumpuhkan pabrik baja Iran dan mengganggu sistem pembayaran di SPBU Iran. Mereka mengklaim sebagai kelompok peretas antipemerintah dari Iran. Meski begitu, banyak ahli keamanan siber menduga kelompok ini berkaitan dengan Israel.
Hamid Kashfi, seorang pakar keamanan siber berbahasa Farsi, mengatakan peretasan terhadap Nobitex bisa berdampak pada rakyat biasa Iran meskipun para peretas menyatakan hanya menargetkan aset IRGC. “Dalam kondisi perang dengan Israel dan akses keuangan yang semakin terbatas, banyak warga Iran sangat bergantung pada kripto,” kata Kashfi.
Banyak aktivitas siber dalam beberapa hari terakhir, seiring saling balas serangan rudal antara Israel dan Iran, tampaknya bertujuan menyebar kepanikan di kedua negara. Di Israel, misalnya, warga menerima pesan teks massal yang menyamar sebagai otoritas dan menyebut tempat perlindungan bom tidak aman.
Sementara itu, pemerintah Iran memperingatkan warganya agar tidak menggunakan aplikasi pesan WhatsApp karena menduga Israel mungkin mengumpulkan informasi dari obrolan mereka.
Namun, juru bicara Meta, perusahaan induk WhatsApp, membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa pesan di WhatsApp dilindungi enkripsi ujung ke ujung.(dwi)