Pacu Jalur Kembali Dikenal Dunia Gara-Gara Tren Aura Farming yang Viral di Tiktok

Belakangan ini, media sosial, khususnya platform video pendek TikTok, diramaikan oleh tren bernama Aura Farming.
Tren ini menarik perhatian warganet global karena menampilkan gerakan khas dan menarik dari tradisi khas Indonesia.
Gerakan yang diperagakan merupakan bagian dari tradisi olahraga mendayung Indonesia, yakni Pacu Jalur, yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.
Apa Itu Tren Aura Farming?
Dilansir dari Antara, istilah Aura Farming awalnya merupakan slang atau istilah gaul di kalangan Gen Z dan Gen Alpha.
Tren ini merujuk pada upaya seseorang untuk membangun kesan keren, percaya diri, dan memancarkan aura tokoh utama dalam sebuah momen.
Menurut situs Know Your Meme, Aura Farming menjadi viral sejak September 2024 dan menyebar ke berbagai platform seperti X (sebelumnya Twitter), Instagram, dan TikTok.
Dalam perkembangannya, tren ini mulai menampilkan latar budaya Indonesia, khususnya Pacu Jalur.
Bocah Panari Pacu Jalur dan Aura Farming di TikTok
Di TikTok, tren Aura Farming muncul dalam bentuk video yang memperlihatkan bocah-bocah pendayung dan seorang bocah yang menari sambil berdiri di ujung perahu.
Anak tersebut terlihat seperti menari dengan menampilkan gerakan khas seperti memutar tangan dan mengayun tubuh untuk menjaga keseimbangan di atas perahu jalur yang melaju cepat.
Gerakan bocah penari yang juga disebut Tukang Tari atau Anak Coki tersebut dianggap memancarkan aura kepercayaan diri yang kuat dan terlihat ikonik.
video ini diiringi lagu Young Black & Rich karya Melly Mike, yang semakin menambah kesan energik dan menarik perhatian pengguna TikTok di berbagai negara.
Sejarah dan Asal-usul Pacu Jalur
Pacu Jalur merupakan perlombaan mendayung perahu panjang yang telah menjadi tradisi masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Tradisi ini telah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi bagian penting dari pesta rakyat setempat.
Perahu yang digunakan, disebut jalur, awalnya dibuat dari kayu gelondongan utuh dan digunakan sebagai sarana transportasi utama di sepanjang Sungai Batang Kuantan.
Pada abad ke-17, jalur digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu, serta mampu membawa 40 hingga 60 penumpang.
Simbol Status Sosial dan Perkembangan Tradisi
Seiring perkembangan zaman, jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga menjadi simbol status sosial.
Perahu dihias dengan ukiran indah, payung, tali-temali, dan ornamen lambai-lambai, yaitu tempat juru mudi berdiri. Jalur yang megah biasanya dimiliki oleh bangsawan atau datuk setempat.
Sekitar 100 tahun kemudian, tradisi ini mulai dijadikan ajang perlombaan antardesa. Pacu Jalur pun berkembang menjadi festival tahunan terbesar di Kuantan Singingi.
Pacu Jalur memiliki jejak sejarah pada masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, perlombaan ini dijadikan bagian dari perayaan adat dan peringatan hari kelahiran Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus.
Perlombaan digelar selama dua hingga tiga hari, tergantung jumlah peserta, dan menjadi bagian dari tradisi yang terus dipertahankan hingga kini.
Festival Pacu Jalur di Era Modern
Saat ini, Festival Pacu Jalur biasanya diselenggarakan pada bulan Agustus di Sungai Batang Kuantan, Teluk Kuantan. Festival ini menjadi bagian dari perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Saat dihelat, ribuan penonton memadati pinggir sungai untuk menyaksikan perlombaan, termasuk warga perantauan yang pulang kampung demi mengikuti momen kebanggaan daerah tersebut.
Suasana perlombaan sangat meriah dengan kostum para pendayung yang berwarna-warni, sorakan penonton, serta suara dentuman meriam sebagai penanda lomba dimulai.
Festival Pacu Jalur kini telah menjadi agenda rutin Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Budaya Lokal yang Mendunia Lewat Tren Platform Digital
Viralnya Pacu Jalur dalam tren Aura Farming di TikTok menjadi bukti bahwa budaya lokal Indonesia bisa dikenal secara global berkat kreativitas generasi muda.
Fenomena ini memperkenalkan warisan budaya daerah ke panggung internasional, sekaligus menumbuhkan rasa bangga di kalangan masyarakat Indonesia.
Melalui tren ini, diharapkan semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjaga, merawat, dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia agar tetap lestari dan mendapat pengakuan dunia.