Viralnya Video Aura Farming Tiru Gerakan Anak Kuantan Singingi Riau, Begini Sejarah Olah Raga Pacu Jalur

Viralnya video "Aura Farming" yang meniru dari gerakan Anak Coki dalam perlombaan Pacu Jalur di media sosial diharapkan dapat menjadi pintu masuk untuk memperkenalkan kekayaan budaya Riau ke level nasional hingga mancanegara.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan, tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, sudah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda nasional.
Pacu Jalur adalah lomba mendayung perahu kayu tradisional, yang belakangan menjadi tren aura farming viral di platform berbagi video pendek TikTok.
"Kementerian Kebudayaan juga sudah mencatatkan itu sebagai warisan budaya takbenda nasional, jadi namanya WBTB Indonesia, jadi sudah lama," katanya di Jakarta, Selasa.
Menteri Kebudayaan mengatakan, lomba olahraga tradisional di Kuantan Singingi itu merupakan bagian kekayaan budaya Indonesia.
Ia mengemukakan bahwa tarian yang ditampilkan oleh anggota tim Pacu Jalur saat perahu melaju sangat ekspresif dan atraktif.
"Kalau menurut saya, itu organik ya, ekspresif, menyesuaikan dengan irama dari pacu itu sekaligus melakukan suatu gerakan atraktif. Atraksi yang sulit. Itu kan sulit, di ujung perahu, jadi keseimbangan sangat penting," katanya.
Menteri Kebudayaan mengapresiasi pihak-pihak yang ikut mempromosikan kekayaan budaya Nusantara kepada masyarakat dunia melalui berbagai platform, termasuk lewat media sosial.
Gubernur Riau Abdul Wahid menanggapi viralnya video Pacu Jalur yang dikaitkan dengan tren Aura Farming di media sosial bukan hanya sekadar tren, tetapi sebagai pertanda baik bahwa nilai-nilai budaya mulai mengakar hingga ke generasi muda.
"Viralnya video tersebut, berarti kita telah menanamkan nilai-nilai budaya itu sampai semua level. Jadi, bukan hanya level dewasa, tapi anak-anak," kata Abdul Wahid di Pekanbaru, Sabtu.
Menurutnya, satu di antara kunci penting pelestarian budaya adalah pewarisan lintas generasi. Budaya tak boleh hanya berhenti di satu titik usia, tetapi harus terus diwariskan kepada anak-anak sejak dini.
Abdul Wahid mengungkapkan rasa syukur dan bangganya, karena budaya Pacu Jalur kini semakin digemari. Peminatnya sampai ke masyarakat luas, bahkan generasi muda pun ikut terlibat.
"Dengan begitu, ketika anak-anak ini sudah besar, dia tidak tercabut akar dan nilai-nilainya dari roh serta jiwanya terkait pengetahuan terhadap budaya dan adat. Artinya, saya merasa bersyukur bahwa ada sebagian masyarakat yang mengelu-elukan budaya Pacu Jalur," ungkapnya.
Anak Coki adalah sebutan bagi penari yang berdiri di ujung perahu, menggoyangkan tubuh dan menjadi pusat perhatian penonton saat Pacu Jalur berlangsung. Diungkapkannya ini bukan sembarang tugas, ia harus menjaga keseimbangan di atas perahu panjang yang bergoyang kencang saat didayung oleh puluhan anak jalur.
Festival Pacu Jalur berlangsung pada Agustus di Sungai Batang Kuantan, Teluk Kuantan. Perlombaan ini menyedot ribuan penonton, bahkan kerap dihadiri masyarakat perantauan yang pulang kampung demi menyaksikan momen kebanggaan daerah tersebut.
Suasana penuh warna pun tercipta lewat kostum para pendayung, teriakan penyemangat, dan suara dentuman meriam tanda perlombaan dimulai. Menariknya, Pacu Jalur juga memiliki catatan sejarah di masa kolonial.
Pada era penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan bagian dari perayaan adat dan peringatan hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Pacu Jalur dilombakan selama dua hingga tiga hari, tergantung jumlah perahu peserta.
Tradisi ini terus dilestarikan hingga kini, bahkan menjadi agenda rutin Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara. (*)