Festival Pacu Jalur 2025: Sejarah, Filosofi, dan Dampak Ekonominya

Riau, Gibran Rakabuming Raka, Pacu Jalur, Festival Pacu Jalur 2025, Sejarah dan Filosofi di Balik Pacu Jalur, Pacu Jalur Setelah Kemerdekaan, Festival Pacu Jalur 2025 Sejarah Filosofi dan Dampak Ekonominya, Festival Pacu Jalur 2025: Sejarah, Filosofi, dan Dampak Ekonominya, Sejarah dan Filosofi di Balik Pacu Jalur, Pacu Jalur Setelah Kemerdekaan, Nilai Filosofis yang Tersimpan dalam Pacu Jalur, Kearifan Lokal dalam Motif Ukiran dan Nama Jalur, Kerja Kolektif dan Semangat Gotong Royong, Pacu Jalur: Ikon Budaya dan Daya Tarik Wisata Nasional

Festival Pacu Jalur 2025 kembali digelar mulai 20 hingga 24 Agustus 2025 di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. 

Perhelatan tahunan ini merupakan salah satu festival budaya terbesar di Sumatera, yang menarik ribuan pengunjung baik dari dalam negeri maupun mancanegara. 

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan membuka festival ini pada siang hari, menandai dimulainya rangkaian acara yang akan memeriahkan daerah tersebut.

Deputi Bidang Pengembangan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kemenpar, Vinsensius Jemadu, menyatakan bahwa festival ini telah menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) sejak 2022 dan kini masuk dalam jajaran Top Ten KEN tahun 2024.

Festival Pacu Jalur 2024 tercatat sukses besar dengan jumlah pengunjung mencapai 1,4 juta orang dan perputaran ekonomi yang mencapai Rp42,16 miliar.

Hal ini menunjukkan bahwa Pacu Jalur bukan hanya sekadar acara budaya, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi yang signifikan bagi daerah. "KEN menjadi wadah untuk mengangkat kekayaan budaya dan daya tarik pariwisata daerah ke tingkat global," kata Vinsensius, dikutip dari Antaranews.

Sejarah dan Filosofi di Balik Pacu Jalur

Pacu Jalur memiliki sejarah panjang yang dimulai sebagai permainan rakyat antar-desa di tepian Sungai Kuantan.

Sejarahnya berawal sebagai ajang hiburan dan adu keterampilan mendayung antar masyarakat. 

Namun, pada masa penjajahan Belanda, tradisi ini diangkat menjadi acara tahunan untuk memperingati hari lahir Ratu Wilhelmina.

Perahu-perahu panjang yang dikenal sebagai "jalur" tersebut dilombakan secara resmi, melibatkan 19 koto di Kuantan.

Dilansir dari KompasTV, menurut sejarawan Riau, Prof. Suwardi MS, Pacu Jalur menjadi agenda tahunan untuk merayakan hari lahir Ratu Wilhelmina pada masa penjajahan Belanda. "Belanda menjadikan pacu jalur sebagai pertemuan besar tiap tahun untuk merayakan hari lahir Ratu Wilhelmina," jelasnya.

Pacu Jalur Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, makna Pacu Jalur mengalami transformasi. 

Festival ini mulai diselenggarakan sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, dan sejak 1980-an mulai diakui sebagai acara tingkat provinsi. 

Prof. Suwardi, yang berperan penting dalam pengembangan festival ini, mengingatkan bahwa setelah mendampingi Gubernur Riau pada waktu itu, Pak Imam Munandar, pacu jalur mulai diresmikan sebagai event tingkat provinsi.

Pacu Jalur kemudian resmi diakui sebagai warisan budaya takbenda (WBTb) Indonesia, berkat kontribusi Suwardi yang menulis buku yang mengangkat filosofi, sejarah, dan tata upacara Pacu Jalur.

“Alhamdulillah, sekarang pacu jalur sudah menjadi even pariwisata nasional,” tambahnya.

Riau, Gibran Rakabuming Raka, Pacu Jalur, Festival Pacu Jalur 2025, Sejarah dan Filosofi di Balik Pacu Jalur, Pacu Jalur Setelah Kemerdekaan, Festival Pacu Jalur 2025 Sejarah Filosofi dan Dampak Ekonominya, Festival Pacu Jalur 2025: Sejarah, Filosofi, dan Dampak Ekonominya, Sejarah dan Filosofi di Balik Pacu Jalur, Pacu Jalur Setelah Kemerdekaan, Nilai Filosofis yang Tersimpan dalam Pacu Jalur, Kearifan Lokal dalam Motif Ukiran dan Nama Jalur, Kerja Kolektif dan Semangat Gotong Royong, Pacu Jalur: Ikon Budaya dan Daya Tarik Wisata Nasional

Pacu Jalur tingkat rayon di Sungai Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, Kamis (3/7/2025). Sejarah Pacu Jalur yang Mendunia

Nilai Filosofis yang Tersimpan dalam Pacu Jalur

Pacu Jalur bukan hanya sekadar lomba mendayung; setiap bagian dari perahu panjang yang digunakan dalam perlombaan ini memiliki makna yang mendalam.

Mulai dari luan (haluan), poruik jalur (perut perahu), hingga kemudi, setiap elemen memiliki simbolis dan fungsinya masing-masing.

Salah satu bagian yang paling ikonik adalah selembayung, yaitu mahkota yang terletak di bagian depan perahu.

Selembayung berfungsi ganda: sebagai tempat berpegang bagi tukang onjoi (penjaga irama) dan sebagai simbol estetika. 

Ukirannya pun beragam, disesuaikan dengan nama jalur, misalnya naga, kalajengking, atau burung rajawali, yang menggambarkan karakter dan kekuatan tim.

Kearifan Lokal dalam Motif Ukiran dan Nama Jalur

Motif ukiran pada badan jalur menggambarkan kearifan lokal, seperti daun keladi, akar kacang, atau ombak yang melambangkan kekuatan alam.

Nama-nama jalur sering kali diambil dari peristiwa sejarah atau nama-nama hewan simbol kekuatan, seperti Naga Sakti, Gajah Tunggal, atau Bomber, yang terinspirasi oleh serangan udara saat masa PRRI.

Kerja Kolektif dan Semangat Gotong Royong

Pembuatan jalur melibatkan kerja kolektif dari seluruh warga desa.

Dari memilih batang kayu terbaik, mengukir badan jalur, latihan bersama, hingga menjalani ritual doa adat, semuanya dilakukan dengan semangat gotong royong dan kekompakan.

Ini menunjukkan kuatnya ikatan sosial dan kebersamaan masyarakat Kuansing.

"Nilai kebersamaan inilah yang membuat pacu jalur berbeda dari perlombaan olahraga lainnya," ujar Prof. Suwardi.

Pacu Jalur: Ikon Budaya dan Daya Tarik Wisata Nasional

Saat ini, Pacu Jalur telah menjadi ikon budaya Riau dan salah satu daya tarik wisata nasional.

Setiap tahunnya, ribuan wisatawan lokal dan mancanegara memadati Tepian Narosa untuk menyaksikan perhelatan ini.

Festival ini tidak hanya merayakan tradisi dan budaya, tetapi juga menjadi simbol kekuatan masyarakat Kuansing yang tetap menjaga warisan leluhur mereka.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!