Hidup dari Sampah, Makan dari Bangkai: Kisah Pilu Pemulung di TPA Sarimukti

Di balik tumpukan sampah dan bau menyengat di TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, tersimpan kisah yang mengoyak nurani.
Seorang pemulung, Mimin Hasanudin, bersama istrinya Iin dan ketiga anaknya, bertahan hidup dari sisa-sisa yang dibuang orang lain.
Bahkan, untuk makan pun mereka harus memasak ayam bangkai hasil temuan di antara limbah.
Kisah mereka menjadi sorotan setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berkunjung langsung ke TPA Sarimukti pada Minggu (13/7/2025).
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram resminya, tampak Mimin tengah memasak daging ayam dari sampah.
"Karena ditemukan mereka makan beras dan daging ayam dari sampah. Ini sangat tidak manusiawi," kata Dedi dengan suara yang terdengar getir, Rabu (16/7/2025), di Gedung Pakuan, Bandung.
Keluarga Mimin tinggal menumpang di rumah orangtuanya di Kampung Pasir Luhur, Desa Neglasari, Kecamatan Majalaya.
Mengolah makanan dari limbah toko
Mereka sebenarnya sudah memiliki sebidang tanah, namun tak punya cukup uang untuk membangun rumah sendiri. Penghasilan sebagai pemulung tak seberapa.
Untuk menyambung hidup, Mimin dan Iin terbiasa mengolah makanan dari limbah toko dan supermarket.
Menurut Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Kabupaten Bandung, Miftahussalam, daging yang mereka konsumsi biasanya berasal dari makanan yang sudah kedaluwarsa namun masih tampak layak, termasuk daging beku dari freezer.
"Tidak hanya daging ayam atau ikan, ada juga makanan yang dibuang dalam kemasan kaleng atau dus," ucap Miftah, Jumat (18/7/2025).
Kisah keluarga Mimin
Mimin memiliki tiga anak.
Anak sulungnya bekerja sebagai kuli bangunan di Bekasi.
Anak keduanya masih duduk di bangku kelas dua SD, sementara si bungsu baru berusia lima tahun. Mereka tumbuh di lingkungan yang keras, tempat di mana makan pun bergantung pada apa yang dibuang orang lain.
“Jadi memang bertahun-tahun, hingga beregenerasi jadi pemulung di sana,” ujar Miftah.
Kisah keluarga Mimin bukan satu-satunya.
Banyak warga Pasir Luhur yang hidup dengan cara serupa.
Mereka menggantungkan harapan dari sampah. Bertahan dengan sisa-sisa, dan berharap ada tangan yang mau menggenggam.
Penataan ulang kawasan TPA Sarimukti
Kini, Pemprov Jabar mulai menata ulang kawasan TPA Sarimukti.
Gubernur Dedi Mulyadi memerintahkan pembongkaran hampir 150 bangunan liar dan memberikan kompensasi Rp 150 juta per keluarga agar mereka bisa pindah ke tempat yang lebih layak.
"TPA tidak harus identik dengan kekumuhan. Sampahnya diurus, lalu kawasannya juga ditata," ujar Dedi.
Bagi warga yang masih ingin bekerja di lingkungan TPA, pemerintah akan memberikan opsi sebagai petugas kebersihan jalan dengan masa uji coba selama tiga bulan.
"Akan kami tes dulu selama tiga bulan. Jika mereka bekerja dengan baik dan konsisten, akan kami rekrut menjadi tenaga kebersihan resmi," tambahnya.
Langkah ini tak hanya soal penataan lingkungan, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan. Sebab di balik tumpukan sampah itu, ada manusia yang ingin hidup layak, ada anak-anak yang butuh masa depan, dan ada keluarga yang bertahun-tahun hanya ingin satu hal: hidup dengan lebih bermartabat.