Kucing Prabowo Bobby Kertanegara Pakai Tenun Ikat Tanimbar di HUT Ke-80 RI

Kucing kesayangan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, Bobby Kertanegara turut merayakan HUT Ke-80 RI di Istana Negara, Jakarta Pusat, Minggu (17/8/2025).
"Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 80," tulis keterangan dari akun Instagram resmi @bobbykertanegara, dilansir Senin (18/8/2025).
Dalam peringatan tersebut, Bobby mengikuti dress code resmi yang sudah ditetapkan yaitu wastra Nusantara.
Aturan soal dress code tertera dalam Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara Nomor B-25/M/S/TU.00.03/08/2025. Disebutkan bahwa wastra Nusantara merupakan dress code resmi untuk upacara Detik-detik Proklamasi dan Penurunan Bendera.
Melalui foto yang diunggah ke akun Instagram tersebut, Bobby terlihat memakai kain tenun ikat Tanimbar pada momen upacara pengibaran bendera pada pagi hari.
Motif cantiknya terlihat di bagian kerah dan memanjang ke bawah pada bagian depan baju Bobby, serta mengelilingi ujung lengan.
Tertarik dengan keindahannya? Yuk mengenal lebih dekat kain tenun ikat Tanimbar!
Mengenal kain tenun ikat Tanimbar yang dipakai Bobby
Hasil dari keterampilan turun-temurun
Tangkapan layar tenun ikat Tanimbar.
Kain tenun ikat Tanimbar adalah salah satu produk kreatif yang berasal dari Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Dilaporkan oleh , Jumat (2/9/2022), kain tenun ini tidak hanya menjadi ciri khas kerajinan daerah tersebut, tapi juga memiliki nilai adat yang sakral.
Menurut tulisan W. Pattinama bertajuk "Kain Tenun Tradisional Tanimbar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat" yang disadur oleh Kompas.com, kain ini merupakan hasil dari keterampilan masyarakat setempat akan menenun.
Adapun menenun adalah keterampilan turun-temurun. Dahulu, mereka mengolah daun lontar dan seratnya dianyam sampai menyerupai kain untuk dipakai sebagai penutup tubuh.
Seiring berjalannya waktu, mereka memakai kapas untuk dipintal dan dijadikan benang untuk menenun. Sebab, saat itu ada banyak pohon kapas yang tumuh, terutama di wilayah Pulau Yamdena.
Kain tenun di Tanimbar tidak hanya dipakai sebagai penutup tubuh, tapi juga untuk acara adat, seperti kematian, upacara pernikahan, dan pelantikan kepala desa.
Inilah mengapa kain tenun umumnya dianggap sebagai barang yang cukup berharga oleh masyarakat Tanimbar.
Punya motif yang berbeda-beda
Foto dirilis Selasa (25/1/2022), memperlihatkan pemasangan manik-manik di produk dompet tenun ikat Tanimbar di studio Kabeta Craft, Kota Ambon. Provinsi Maluku memiliki wastra tradisional tenun ikat Tanimbar, sarat akan warisan tradisi, identitas, dan nilai kebersamaan dalam proses pembuatannya, yang dalam perkembangannya terus berevolusi dan kini dipopulerkan dengan sebutan tenun Maluku.
Setiap desa di Kepulauan Tanimbar memiliki kain tenun tersendiri. Motifnya berbeda-beda antara satu desa dengan desa lainnya.
Dilansir dari , Rabu (16/8/2023), umumnya corak tenun Tanimbar diadaptasi dari alam sekitarnya, seperti motif binatang dan tumbuhan.
Saat ini, ada puluhan motif atau corak kain tenun Tanimbar yakni motif tumbuhan seperti pohon, kembang, ruas bambu, akar, dan lain-lain.
Kemudian motif hewan seperti iyan (ikan), siaha (anjing), niri (lebah), serta motif manusia, motif perahu, dan motif wilan lihir (bulan sabit).
Selanjutnya adalah motif tali tiga, motif tali sembilan, motif kain kapas, motif anak panas, dan motif ulng ikan.
Setiap motif pada kain tenun Tanimbar punya makna filosofis tersendiri. Untuk motif anak panah, bendera, dan manusia tidak berkepala, misalnya, mereka melambangkan keperkasaan manusia.
Sementara itu, makna filosofis motif manusia, tumbuhan, dan hewan, adalah pemujaan terhadap roh-roh tertentu, kehidupan para leluhur yang diciptakan secara simbolik.
Penenun adalah perempuan
Foto dirilis Selasa (25/1/2022), memperlihatkan Helen Watumlawar, generasi kedua penenun tenun ikat Tanimbar kelompok Ralsasam menggulung benang dengan alat tradisional. Provinsi Maluku memiliki wastra tradisional tenun ikat Tanimbar, sarat akan warisan tradisi, identitas, dan nilai kebersamaan dalam proses pembuatannya, yang dalam perkembangannya terus berevolusi dan kini dipopulerkan dengan sebutan tenun Maluku.
Para penenun kain tenun ikat Tanimbar umumnya adalah perempuan. Bahkan, hal ini sudah menjadi sebuah tradisi.
Jika sebuah keluarga memiliki anak perempuan yang mulai beranjak dewasa, ia harus tahu cara menenun.
Apabila anak perempuan tersebut tidak tahu cara menenun maka ia belum dianggap dewasa dan belum siap untuk menikah.
Warnanya sudah bervariasi
Foto dirilis Selasa (25/1/2022), memperlihatkan proses penjemuran benang yang diwarnai secara alami di rumah kelompok penenun Ralsasam di Desa Tawiri, Kota Ambon. Provinsi Maluku memiliki wastra tradisional tenun ikat Tanimbar, sarat akan warisan tradisi, identitas, dan nilai kebersamaan dalam proses pembuatannya, yang dalam perkembangannya terus berevolusi dan kini dipopulerkan dengan sebutan tenun Maluku.
Dahulu, ketika masyarakat Kepulauan Tanimbar belum mengenal bahan pewarna modern, mereka hanya bisa membuat tiga warna dari pewarna alami yakni hitam, kuning, dan merah.
Untuk warna hitam, mereka menggunakan daun taru, sedangkan warna kuning didapat dari kulit pohon mengkudu, dan warna merah dari kulit pohon tongke/mange-mange atau bakau.
Seiring berjalannya waktu, mereka menggunakan bahan pewarna kain modern yang disebut wanteks.
Apa itu wastra Nusantara?
Berdasarkan informasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wastra adalah kain tradisional yang mengandung makna dan simbol tertentu, baik dari warna, motif, maupun teknik pembuatannya.
Sementara itu, "Nusantara" merujuk pada seluruh wilayah kepulauan Indonesia.
Dalam buku "Lebih Dekat dengan Wastra Indonesia" terbitan Direktorat Pelindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2021), wastra adalah warisan budaya tak benda yang merepresentasikan identitas suatu daerah.
Kain-kain seperti batik, songket, ulos, tenun ikat, sasirangan, tapis, gringsing, dan besurek, tidak hanya memiliki nilai estetis, tapi juga menyimpan filosofi mendalam yang diwariskan turun-temurun.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!