Subsidi Motor Listrik Mandek, Produsen Geser Penjualan ke Sektor Niaga

Program subsidi sepeda motor listrik di Indonesia saat ini mengalami hambatan dan belum berjalan optimal. Subsidi langsung sebesar Rp 7 juta per unit yang diberikan pada 2023 dan 2024, saat ini masih mandek.
Pemerintah berencana mengubah skema subsidi menjadi insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dengan syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Namun, regulasi final terkait skema ini belum diumumkan.
Seiring dengan mandeknya program subsidi motor listrik dari pemerintah, banyak produsen di Indonesia kini mengalihkan fokus penjualan mereka ke sektor business-to-business (B2B).
Founder dan CEO PT Tangkas Motor Listrik, Agung Pamungkas mengatakan, sepinya peminat motor listrik di sektor retail membuat perusahaan mengalihkan perhatian ke sektor niaga.
“Kami tidak melakukan stop produksi karena TKDN kami itu termasuk yang tinggi. Sehingga kami melakukan switch target market, yaitu menuju ke B2B,” ucap Agung, kepada Kompas.com, Rabu (7/5/2025).
“Di B2B itulah sebenarnya subsidi atau tidak subsidi tidak berlaku. Jadi di situ sebenarnya ada kegairahan yang terjadi. Saya berharap anggaran dari Kementerian maupun BUMN untuk motor listrik segera diimplementasikan,” katanya.
Senada dengan hal tersebut, Chief Executive Officer PT Swap Energi Indonesia, Irwan Tjahaja mengatakan, saat ini produksi pabrik masih berjalan hanya saja dilakukan penyesuaian.
“(Saat ini) dari produsen saya bilang 90 persen B2C mati. Ya sekarang mau fokus B2B saja, karena B2B memang dari awalnya kan memang enggak ada subsidi,” ujar Irwan, kepada Kompas.com (7/5/2025).
Irwan mengakui, penjualan motor listrik di sektor niaga mengalami peningkatan pada awal 2025. Hal ini berbanding terbalik dengan motor listrik retail yang anjlok signifikan.
“B2B lumayan ada peningkatan. Dibanding tahun-tahun lalu ya mungkin (naik) sekitar 50 persen. Fokusnya diarahkan ke sana saja. B2C hampir enggak ada,” ucap Irwan.