Sejarah Anker, Produsen Aksesori Gadget Bikinan Mantan Karyawan Google

Produsen aksesori gadget Anker, belum lama ini melakukan penarikan (recall) sejumlah produk powerbank-nya di Indonesia karena alasan cacat manufaktur.
Pada akhir Juni 2025 lalu, Anker menarik empat model powerbank, meliputi Anker powerbank A1257 (kapasitas 10.000 mAh), Anker Zolo powerbank A1681, Anker Zolo powerbank A1689, dan Anker powerbank A1647 (kapasitas 20.000 mAh). Alasannya karena dianggap cacat produksi dan berpotensi membahayakan pengguna.
Berselang kurang lebih dua pekan, Anker kembali melakukan recall tiga powerbank dari peredaran di Indonesia karena masalah produksi. Salah satunya yaitu meliputi Anker 334 Magnetic Battery (PowerCore 10K) model A1642.
Kebijakan terkait recall ini juga diumumkan Anker lewat media sosial resmi perusahaan, termasuk Instagram.
Ratusan pelanggan mewarnai posting Anker tentang kebijakan itu di Instagram. Mulai dari mereka yang mengeluhkan rumitnya proses pengembalian produk hingga lambatnya respons dari pihak Anker.
Meski demikian, sejumlah pelanggan lainnya mengapresiasi kebijakan Anker. Menilai bahwa perusahaan bertanggungjawab terhadap produknya, walaupun dampak yang dihasilkan produknya sangat minim.
Nama Anker sendiri sudah cukup populer di pasar aksesori gadget baik di Indonesia maupun global. Lantas bagaimana sejarah Anker hingga menjadi perusahaan aksesori gadget ternama? Simak penjelasannya.
Dibangun mantan karyawan Google
Anker Innovations atau lebih dikenal Anker, merupakan perusahaan yang tergolong baru karena didirikan pada tahun 2011. Pendirinya adalah Steven Yang, seorang mantan insinyur senior di raksasa teknologi Google.
Steven Yang, pendiri dan CEO Anker Innovations
Steven Yang mendirikan Anker di Shenzhen, Provinsi Guangdong, China. Namun ia memindahkan kantor pusatnya ke Changsha, Provinsi Hunan, China.
Awalnya, Anker hanya memproduksi baterai laptop. Namun, Yang kemudian memperluas bisnisnya ke charger portabel dan kabel daya.
Satu hal yang menarik dari Steven Yang yaitu bahwa dia membaca ribuan ulasan dan keluhan tentang berbagai produk elektronik setiap hari.
Hal ini juga membuatnya sadar bahwa dia bisa membuat perangkat seperti powerbank dan charger smartphone untuk mengatasi berbagai keluhan pengguna yang dilontarkan di internet.
Apalagi dia juga merasakan hal yang sama, khususnya saat mencari baterai laptop baru untuk sang istri, di mana kualitas produk yang membanjiri pasar saat itu kurang andal dan efisien.
Faktor lain yang menyadarkan Yang dalam membangun Anker, yaitu bahwa revolusi smartphone akan mendorong permintaan akan solusi pengisi daya yang andal, bukan powerbank yang lambat.
Pada akhirnya dia membangun Anker dengan modal awal satu juta dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 16,2 miliar).
Langsung digemari konsumen
Pada tahun 2012, Anker merekrut Zhao Dongping yang tak lain merupakan Kepala Penjualan Google di China. Pada saat yang sama, Anker mengalihkan fokus bisnisnya dari baterai laptop ke charger smartphone, powerbank hingga aksesori lainnya.
Misi Steven Wang untuk membuat produk yang andal dan efisien ternyata sukses menarik minat konsumen. Awalnya, dia menjual produk Anker di Amazon.
Sebab, dia tahu bahwa ulasan yang bagus, peringkat pencarian yang solid hingga harga yang murah bisa dengan cepat mengantarkan produknya pada kesuksesan.
Konsep produk berkualias dengan harga terjangkau yang diusung Anker juga berhasil membedakan perusahaan ini dari merek lainnya. Walaupun saat Anker didirikan, perusahaan pesaingnya merupakan perusahaan teknologi ternama.
Pada tahun 2014 atau tiga tahun setelah didirikan, Anker menempati peringkat pertama dalam kategori baterai portabel di Amazon Amerika Utara, Eropa, hingga Jepang.
Pada waktu yang sama, Anker juga bermintra dengan raksasa ritel seperti Walmart dan Best Buy untuk menjual produknya secara offline, dilansir KompasTekno dari Backspace, Senin (14/7/2025).
Tawarkan inovasi canggih
Selain mendiversifikasi mereknya di antara merek lain, Anker juga menawarkan berbagai inovasi yang canggih dalam produknya. Beberapa di antaranya bahkan bisa dibilang pionir.
Pada tahun 2015, Anker merilis PowerPort 5 yang merupakan hub USB persegi panjang dengan lima port. Dengan aksesori ini, pengguna bisa mengisi daya lima perangkat sekaligus.
Pada tahun tersebut, PowerPort merupakan satu-satunya aksesori yang bisa mengakomodasi praktik tersebut.
Anker PowerPort 5
Inovasi lainnya yaitu teknologi PowerIQ yang memungkinkan charger portabel Anker mengenali apakah pengguna sedang mengisi daya iPhone, iPad, Google Pixel atau lainnya. Walhasil, proses pengisian datanya bisa diatur agar lebih optimal sesuai model perangkatnya.
Anker juga kerap gerak cepat merespons celah pasar. Misalnya saat merek ponsel ternama meninggalkan colokan audio 3,5 mm. Anker menyediakan dongle dan kabel adapter yang memungkinkan pengguna menghubungkan headphone ke ponsel.
Selain itu, perusahaan ini juga masih dengan cermat meninjau setiap ulasan yang diberikan pengguna untuk mencari celah lebih lanjut yang mungkin bisa mereka atasi.
Naungi berbagai merek gadget
Menurut data Statista, Anker merupakan merek ternama untuk aksesori pengisi daya nirkabel dengan pendapatan sebesar 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 16,2 triliun) per Mei 2022.
Dilansir dari Upsequip, Anker membukukan pendapatan sebesar 2,47 miliar dollar AS (sekitar Rp 40,1 triliun) pada tahun 2023, tumbuh 41 persen dari tahun ke tahun.
Dalam perjalannya, Anker Innovations juga membangun sub-merek yang menggarap berbagai produk gadget lainnya termasuk Soundcore, Eufy dan Nebula.
Paket bundling TWS Soundcore edisi Hari Valentine
Soundcore fokus memproduksi headphone, earbud, speaker Bluetooh, dan produk audio lainnya. Sementara Nebula fokus pada produk proyektor home theater portable.
Adapun Eufy merupakan merek untuk perangkat rumah pintar (smart home). Beberapa produknya seperti vacuum cleaner, bel pintu, kamera pengawas untuk hewan, lampu, CCTV, dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu, Anker juga merupakan induk dari produsen perangkat penunjang kendaraan Roav, Zolo dan Karapax. Namun dua merek terakhir sudah ditutup.
Anker kini beroperasi di lebih dari 100 negara dengan sekitar 100 juta pelanggan. Perusahaan asal China ini memiliki lebih dari 4.000 lebih karyawan di mana 47 persen di antaranya merupakan karyawan divisi penelitian dan pengembangan (R&D), dihimpun KompasTekno dari situs Anker Amerika Serikat.