Pria yang Paksa Dokter RSUD Sekayu Buka Masker, Ngaku Keluarga Bupati Muba, Ini Faktanya

Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Selatan mengungkapkan fakta terkait dokter RSUD Sekayu, Musi Banyuasin (Muba) yang dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien.
Pelaku yang memaksa dokter tersebut sempat mengaku keluarga Bupati MubaToha Tohet.
Namun, setelah ditelusuri, pelaku yang belakangan diketahui bernama Ismet Syahputra bukanlah keluarga dari Toha.
"Betul, dia sempat mengaku-ngaku keluarga Bupati (Muba), orangnya Bupati. Setelah dikonfirmasi ke Bupati, ternyata bukan, timnya juga bukan," kata Kepala Dinkes Sumatera Selatan, Trisnawarman, kepada wartawan, saat di Griya Agung Palembang, Minggu (17/7/2025).
Bupati Muba dorong kasusnya ke ranah hukum
Trisnawarman menyebut, dalam pertemuan yang digelar di RSUD Sekayu pada 14 Agustus 2025, Bupati Muba juga mendorong perkara itu dilanjutkan ke ranah hukum.
Diketahui, kasus tersebut sebelumnya telah dilaporkan ke Polres Muba oleh dokter Syahpri sebagai korban.
"Iya, Pak Bupati minta diselesaikan sampai tuntas, meskipun sudah damai. Proses hukum tetap. Sekarang tinggal proses di Polres Muba," ujarnya.
Selain itu, tim dari Kementerian Kesehatan juga telah turun ke RSUD Sekayu untuk memberikan dukungan kepada dokter Syahpri.
"Bupati juga telah menyampaikan untuk tidak takut, Forkopimda Muba ada di belakang dr. Syahpri. Bupati juga menegaskan penanganan kasus ini harus sampai tuntas," katanya.
Kronologi kejadian
Diberitakan sebelumnya, dokter spesialis ginjal RSUD Sekayu Syahpri dipaksa oleh keluarga pasien untuk membuka masker ketika sedang melakukan visit di ruang VIP RSUD Sekayu, pada Selasa (12/8/2025).
Kejadian bermula saat korban sedang melakukan visit untuk melihat kondisi pasien lansia perempuan yang berada di ruang VIP RSUD Sekayu.
Dalam rekaman video yang di unggah akun Instagram @perawat_peduli_palembang, dokter Syahpri masih terlihat tenang meskipun keluarga pasien itu memaksanya membuka masker secara paksa.
“Jadi ibunya ke rumah sakit dengan kondisi tidak sadar. Dengan gula darah yang sangat rendah, kemudian tekanan darahnya tidak terkontrol, kemudian kita lakukan pemeriksaan, didapatkan rontgen dan adanya gambaran indu trek atau gambaran pecah di paru-paru kanan,”jelas dokter Syahpri dalam rekaman video yang dilihat Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Terjadi cekcok pelaku dan korban
Namun, keluarga pasien yang merekam pun masih kurang puas dengan pernyataan dokter Syahpri.
“Kamu tahu indu trak itu apa?,”tanya perekam “Gambaran khas dari penyakit TBC,”jawab dokter Syahpri.
Setelah mendapatkan jawaban, pelaku kembali mencaci karena menilai tak ada pelayanan perawatan yang cepat.
Sebab, setiap hari ibunya hanya dilakukan pemeriksaan dahak dan hasil rontgen.
“Ini dokter gila, karena saya sudah berapa tahun hidup orang ngecek TBC harus dari apa?” tanya pria tersebut.
“Dahak,” jawab dokter.
Diketahui dr. Syahpri kemudian dipaksa oleh keluarga pasien untuk melepas masker dan mendapatkan kekerasan verbal.
Melapor ke polisi
Syahpri mengambil langkah hukum dengan melaporkan keluarga pasien ke Polres Muba untuk mencegah aksi kekerasan terhadap tenaga kesehatan lainnya saat bertugas.
“Yang jelas saya mewakili seluruh nakes di Indonesia, jangan sampai terjadi Syahpri-Syahpri yang lain. Jadi kita harus menentukan sikap, harus tegas,” kata Syahpri kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
Kemenkes kecam kekerasan terhadap dokter
Kementerian Kesehatan mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap seorang dokter spesialis di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Dokter yang menjadi korban adalah dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, yang saat itu tengah menjalankan tugas pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.
Diketahui dr. Syahpri dipaksa oleh keluarga pasien untuk melepas masker dan mendapatkan kekerasan verbal.
Tindakan ini telah menghalangi dr. Syahpri dalam menjalankan prosedur pencegahan penularan penyakit infeksius yang merupakan bentuk kekerasan verbal dan berpotensi membahayakan keselamatan semua pihak.
"Kami sangat menyesalkan dan mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tenaga medis yang terjadi di RSUD Sekayu," tegas Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Rabu (14/8/2025).
Menurut Menkes, kekerasan terhadap tenaga medis atau tenaga kesehatan tidak bisa dibenarkan dalam situasi apapun.
"Kami tidak menoleransi adanya kekerasan dalam bentuk apapun terhadap tenaga medis yang sedang menjalankan tugasnya," tegas Menkes.
Ia menegaskan keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan dilindungi oleh undang-undang. Hal itu diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Tenaga kesehatan dan tenaga medis berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang dijamin oleh undang-undang.
Ia juga menjelaskan dokter dalam menjalankan tugas berdasarkan standar profesi, prosedur operasional baku (SOP), dan standar pelayanan kesehatan yang berlaku di masing-masing fasilitas kesehatan.
Fasilitas kesehatan, lanjutnya, harus menjadi tempat yang aman, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi para tenaga medis yang bekerja di dalamnya.
Lebih lanjut, Kemenkes mengimbau masyarakat agar menghormati profesi tenaga kesehatan dan tidak bertindak di luar batas jika merasa tidak puas terhadap pelayanan.
"Jika masyarakat mengalami ketidakpuasan dalam pelayanan, kami mohon agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan," kata Menkes.
Menkes berharap insiden serupa tidak kembali terjadi di fasilitas kesehatan lainnya. Ia mengajak semua pihak untuk menciptakan lingkungan pelayanan yang aman, bermartabat, dan saling menghormati.
Tim Kemenkes saat ini sudah berada di Sekayu sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang diambil oleh dr Syahpri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!