Boleh Diputar Tanpa Royalti, Ini Penegasan Keluarga WR Soepratman soal Lagu Indonesia Raya

Polemik soal kemungkinan pembayaran royalti untuk lagu kebangsaan Indonesia Raya akhirnya menemukan kejelasan.
Lagu ciptaan Wage Rudolf (WR) Soepratman tersebut dipastikan bisa diputar tanpa biaya dan bebas dari kewajiban royalti.
Awalnya, isu ini mencuat setelah pernyataan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menyebut lagu Indonesia Raya perlu membayar royalti jika digunakan dalam acara komersial.
Namun, Komisioner LMKN bidang kolektif dan lisensi, Yessi Kurniawan, segera meluruskan.
Menurut Yessi, sejak 2009 Indonesia Raya sudah berstatus domain publik, sehingga tidak lagi berada dalam perlindungan hak cipta.
Hak cipta Indonesia Raya diserahkan ke negara sejak 1957
Keluarga besar WR Soepratman juga menegaskan bahwa hak cipta lagu kebangsaan tersebut telah resmi diserahkan kepada negara sejak lama.
"Hak cipta lagu kebangsaan Indonesia Raya telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat orang ahli waris almarhum WR Soepratman," kata Ketua Umum Yayasan WR Soepratman Meester Cornelis Jatinegara, Endang W.J. Turk, dalam keterangannya, dikutip dari KompasTV, Kamis (21/8/2025).
Empat ahli waris yang menandatangani penyerahan itu adalah Ny. Roekijem Soepratijah, Ny. Roekinah Soepratirah, Ny. Ngadini Soepratini, dan Ny. Gijem Soepratinah.
Penyerahan hak cipta ini kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada 25 Desember 1957, serta keputusan lanjutan pada 14 Maret 1960.
Saat itu pemerintah juga memberikan penghargaan berupa uang Rp 250.000, yang jika dikonversi ke nilai emas saat ini setara dengan sekitar Rp 6,4 miliar.
Lagu WR Soepratman lainnya juga bisa digunakan bebas
Endang menjelaskan, hampir semua karya WR Soepratman kini bebas digunakan masyarakat sejak 2009, kecuali dua komposisi yaitu “Indonesia Tjantik” (1924) dan “Indonesia Hai Iboekoe” (1928).
Kedua lagu tersebut diaransemen ulang oleh cicitnya, Antea Putri Turk, pada 2023 dengan melodi baru namun tetap mempertahankan syair asli.
Antea bersama ayahnya, dr. Dario Turk, Sp.OG, bahkan menerima penghargaan MURI lewat peluncuran Album Perdana 12 Lagu WR Soepratman, termasuk “Ibu Kita Kartini”, “Dari Sabang Sampai Merauke”, “Pahlawan Merdeka”, dan “Di Timur Matahari”.
Harapan keluarga pada pemerintah
Meski begitu, Endang mengungkapkan keluarga besar belum pernah menerima apresiasi resmi dari negara selain penghargaan historis pada awal penyerahan hak cipta.
"Yang kami harapkan adalah pengakuan atas hak moral, berupa apresiasi kepada yayasan kami serta kepada Antea Putri Turk selaku Duta Yayasan agar ia dapat terus mengembangkan dan melestarikan karya buyutnya," ujar dia.
Pihak keluarga berharap Presiden Prabowo Subianto memberi ruang apresiasi lebih konkret, misalnya dengan mengundang Antea untuk menyanyikan 12 lagu karya asli WR Soepratman dalam konser kenegaraan di Istana Merdeka.
PSSI minta lagu kebangsaan jangan dibebani royalti
Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, turut menanggapi isu ini.
Menurutnya, pemutaran lagu kebangsaan, khususnya Indonesia Raya, tidak sepatutnya dibebani royalti.
"Lagu-lagu kebangsaan ini menjadi perekat dan pembangkit nasionalisme," ujar dia, Kamis (14/8).
Dia menegaskan bahwa pencipta lagu kebangsaan menulis karyanya di tengah perjuangan bangsa, tanpa mengharapkan keuntungan materi.
DPR targetkan revisi UU Hak Cipta rampung 2 bulan
Potret W.R. Soepratman
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang (UU) Hak Cipta dalam waktu dua bulan.Menurut Dasco, revisi UU Hak Cipta sebenarnya sudah masuk agenda DPR sejak tahun lalu melalui Badan Legislasi dan Badan Keahlian DPR.
"Insya Allah dalam waktu kurang lebih dua bulan saya pikir bisa selesai dengan baik," kata Dasco, dikutip dari Antara, Kamis (21/8/2025).
Royalti lagu dipusatkan di LMKN
Lebih lanjut, Dasco menyebutkan, para pemangku kepentingan telah sepakat agar kewenangan penarikan royalti dipusatkan di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Sebelumnya, kewenangan tersebut dilakukan oleh sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) secara terpisah.
"Artis, pencipta lagu, penyanyi, maupun dari Lembaga Manajemen Kolektif, kita akan masukkan sebagai tim perumus dalam merumuskan Undang-Undang Hak Cipta yang khusus berkaitan dengan masalah royalti," kata dia.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!