Sejarah Nusakambangan, Pulau Penjara dan Lokasi Eksekusi Mati di Indonesia

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Mashudi menyampaikan bahwa hingga kini sebanyak 1.300 narapidana kategori high risk atau berisiko tinggi telah dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan, Jawa Tengah.
Menurut Mashudi, pemindahan narapidana terus dilakukan sejak Kementerian Hukum dan HAM berada di bawah kepemimpinan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto.
“Ini bukan hanya tentang komitmen kami memberantas narkoba dan HP, ini juga upaya kami untuk memberikan pembinaan yang tepat bagi warga binaan kami,” kata Mashudi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Pernyataan tersebut kembali menegaskan peran Pulau Nusakambangan sebagai pusat pemasyarakatan dengan tingkat pengamanan tertinggi di Indonesia.
Namun, di balik itu, Nusakambangan memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan masa kolonial Belanda, sistem pemasyarakatan nasional, hingga pelaksanaan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana kasus besar.
Sejarah Pulau Nusakambangan
Secara administratif, Pulau Nusakambangan berada di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Pulau yang memanjang dari barat ke timur sekitar 36 kilometer dengan lebar 4–6 kilometer ini memiliki luas sekitar 21.000 hektar. Seluruh wilayahnya dikelilingi Samudra Hindia, sehingga membuat Nusakambangan terisolasi secara alamiah.
Dikutip dari skripsi Muchamad Sulton berjudul Perkembangan Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap tahun 1908–1983, disebutkan bahwa Pulau Nusakambangan telah dipergunakan sebagai tempat penjara sejak tahun 1905.
Kala itu, narapidana yang ditahan berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari prajurit hingga pejabat militer berpangkat kolonel.
Penggunaan Nusakambangan sebagai lokasi pembuangan narapidana bermula sejak 1861, ketika pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan tenaga napi (disebut perantaian) untuk membangun Benteng Karangbolong di bagian tenggara pulau.
Peristiwa ini menjadi titik awal masuknya orang-orang hukuman ke Nusakambangan.
Pembangunan Penjara dari Masa ke Masa
Gerbang Pulau Khusus Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.
Penjara pertama yang dibangun di Nusakambangan adalah Bui Permisan pada tahun 1908. Lokasi ini dipilih karena berada di bagian selatan yang langsung berhadapan dengan ombak besar Laut Selatan, sehingga meminimalisasi kemungkinan pelarian.Setelah itu, Belanda melanjutkan pembangunan beberapa penjara lain, di antaranya:
- Bui Karanganyar dan Bui Nirbaya (1912)
- Bui Batu (1925)
- Bui Karangtengah dan Bui Gliger (1928)
- Bui Besi (1929)
- Bui Limus Buntu dan Bui Cilacap (1935)
- Bui Kembang Kuning (1950) dengan kapasitas hingga 1.000 orang
Sejak zaman kolonial, para narapidana di Nusakambangan dipaksa bekerja di perkebunan karet. Pulau ini juga pernah dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pegawai penjara beserta keluarganya, narapidana, hingga guru dan petugas mercusuar.
Namun, ketika ditetapkan secara resmi sebagai pulau penjara pada 1908, sebagian besar penduduk sipil dan militer dipindahkan ke wilayah Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap.
Status Hukum dan Daerah Terlarang
Pada 1922, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan keputusan menjadikan Nusakambangan sebagai lokasi pemasyarakatan khusus.
Keputusan ini diperkuat dengan Staatsblad Nederlandsch-Indie tahun 1937 Nomor 369 yang menetapkan Nusakambangan sebagai daerah tertutup, tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum maupun penyelidikan pertambangan.
Pulau ini kemudian semakin identik dengan citra “angker” karena banyaknya kasus pidana berat, termasuk eksekusi mati yang dilaksanakan di sana.
Data menunjukkan, pada 1970 jumlah penduduk Nusakambangan mencapai 7.500 jiwa, tetapi turun drastis menjadi seperempatnya pada 1980, setelah 4.000 tahanan politik kasus G30S/PKI dibebaskan dan sejumlah penjara ditutup.
Lapas Aktif di Nusakambangan
Para narapidana jaringan narkoba Fredy Pratama yang dipindahkan ke LP Nusakambangan, Kamis (25/7/2024).
Hingga kini, terdapat beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan yang masih beroperasi, antara lain:- Lapas Kelas I Batu (sejak 1925)
- Lapas Kelas II A Besi (sejak 1929)
- Lapas Kelas II A Kembang Kuning (sejak 1950)
- Lapas Kelas II A Permisan (tertua, sejak 1908)
- Lapas Narkotika Kelas II A
- Lapas Pasir Putih Kelas II A
- Lapas Terbuka Kelas II B
- Lapas Khusus Kelas II A Karanganyar yang difungsikan sebagai Lapas High Risk dengan sistem keamanan berlapis
Nusakambangan sebagai Lokasi Eksekusi Mati
Selain menjadi tempat pemenjaraan narapidana kelas kakap, Nusakambangan juga menjadi satu-satunya lokasi eksekusi mati di Indonesia.
Dikutip dari Kompas.id, ruang eksekusi di Lapas Khusus Kelas II A Karanganyar memiliki lorong bertembok putih dengan beberapa ruangan di kanan dan kiri, termasuk ruang dokter serta ruang pemulasaran jenazah.
Di dalamnya, terdapat tembok dengan kertas berbentuk lingkaran yang dijadikan sasaran tembak.
Apabila digunakan, terpidana mati akan berdiri di depan tembok tersebut, tepat di hadapan laras senapan regu tembak.
Beberapa eksekusi mati yang pernah dilaksanakan di Nusakambangan antara lain:
- Tiga terpidana Bom Bali (2008)
- Rodrigo Gularte, terpidana narkoba asal Brasil (2015)
- Freddy Budiman, gembong narkoba asal Indonesia (2016)
Pelaksanaan eksekusi mati ini semakin memperkuat citra Nusakambangan sebagai pulau yang “tertutup, terlarang, dan penuh misteri,” sekaligus simbol kerasnya sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan "Mengenal Nusakambangan, Sejak Kapan Jadi Tempat Eksekusi Mati Penjahat Kelas Kakap di Indonesia?"
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!