Liana Tasno dan Semangat Kartini di Sepak Bola, Perempuan di Garis Depan Laskar Mataram

Di dunia sepak bola Indonesia yang masih sarat dominasi laki-laki, muncul sosok Liana Tasno, Direktur Utama PSIM Yogyakarta, sebagai representasi nyata semangat emansipasi ala Raden Ajeng Kartini.
Sudah tujuh tahun ia mendedikasikan dirinya untuk dunia olahraga. Kariernya dimulai dari kursi manajer komersial timnas Indonesia saat Edy Rahmayadi menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.
“Kalau wanita, saya tidak merasa bekerja di dunia laki-laki ini mendiskreditkan saya sebagai gender. Karena perempuan kalau kerja lebih detail dan melihatnya lebih mikro,” ujar perempuan bernama lengkap Yuliana Tasno kepada Kompas.com.
“Saya bukan seseorang yang tiba-tiba duduk di jabatan karena anaknya owner atau investor. Saya belajar dari nol, dari staf marketing bisnis di IBL 2017. Jadi saya mengerti anak-anak yang bekerja dengan saya. Susahnya mereka, karena saya pernah ada di posisi itu juga,” imbuhnya.
Ia teguh memegang prinsip edukasi sebagai fondasi dalam membangun organisasi. Menurutnya, regenerasi tidak akan terjadi tanpa ruang belajar yang terbuka untuk semua.
“Tugas utama saya sebagai leader adalah mengedukasi. Karena kalau dalam organisasi tidak ada edukasi, maka regenerasi tidak terjadi, dan itu bahaya,” ujar lulusan Universitas Tarumanagara dengan gelar Magister Pemasaran dan Magister Bisnis Internasional tersebut.
“Kalau sudah beberapa kali diberitahu tapi tidak bisa juga, ya muncul emosi saya sebagai wanita. Tapi ya ngomel-nya tetap ngomel ibu-ibu seperti biasa,” sambungnya sambil tertawa.
Meskipun pernah bermimpi menjadi Menteri Olahraga karena kecintaannya pada Olimpiade dan SEA Games, Liana Tasno hanya berfokus pada satu tujuan besar yaitu membawa PSIM ke Liga 1 dan akhirnya terwujud musim ini.
“Goals-nya sih, saya hanya mikirin PSIM masuk Liga 1, dan akhirnya terwujud musim ini juara Liga 2 2024-2025,” ucapnya penuh rasa syukur.

Momen selebrasi go Rafinha dalam laga Liga 2 2024-2025 antara PSIM vs PSPS di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Senin (17/2/2025).
“Sering kapok, tapi kerja di bola itu lebih seru dari pacaran, hahaha. Euforianya itu loh. Seperti waktu menang lawan Persis tahun 2021, seluruh masyarakat Yogyakarta bisa berpesta. Itu tidak bisa dibayar dengan apapun,” sambungnya.
Saat PSIM berhasil promosi ke Liga 1 untuk pertama kalinya sejak 2007, nama Liana Tasno pun menjadi sorotan. Bukan hanya karena prestasinya, tetapi juga karena perannya sebagai perempuan yang memimpin klub sepak bola bersejarah.
Tugasnya mencakup hampir seluruh aspek manajemen klub, mulai dari pengembangan bisnis, keuangan, operasional tim, hingga marketing. Ia bahkan memangkas birokrasi yang menghambat efisiensi.
"Menurut saya berhadapan dengan laki-laki di pekerjaan ini tak jadi kendala, yang jadi masalah utama adalah kemampuan bekerja, punya kompetensi tidak dalam berpikir, dalam mengimplementasi strategi, menguasai administrasi, atau melakukan negosiasi," tegas perempuan berusia 41 tahun itu.
Baginya, kepemimpinan tidak ditentukan oleh gender, melainkan oleh kapasitas dan kontribusi nyata. Ia juga merasa banyak pihak yang hadir sebagai “penolong” dalam perjalanan PSIM.
"Ini juga banyak yang membantu. Di sini Tuhan banyak mengirimkan orang-orang yang tepat untuk membantu PSIM ke Liga 1," kata Liana Tasno.
"Puji Tuhan juga dari skuad yang terkumpul sekarang ini memang sangat bekerja keras dari Manajer tim bersama tim kepelatihan. Aku ikut seneng aja. Bahwa ini bukan karena aku. Ini karena Tuhan," pungkasnya.