Jangan Salah, Ini Aturan Pembagian dan Larangan Pengelolaan Daging Kurban

Hari Raya Idul Adha, daging kurban, Daging Kurban, pembagian daging kurban, hari raya idul adha, konsumsi daging kurban, Jangan Salah, Ini Aturan Pembagian dan Larangan Pengelolaan Daging Kurban

Hari Raya Idul Adha bagi umat Muslim di seluruh dunia dengan melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan kepedulian terhadap sesama.

Ibadah ini tidak hanya memiliki nilai spiritual, tetapi juga menjadi momen penting untuk mempererat silaturahmi dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Salah satu pertanyaan yang kerap muncul setiap tahunnya adalah mengenai ketentuan konsumsi daging kurban bagi sohibul kurban, yaitu orang yang berkurban.

Pemahaman mengenai hal ini penting agar pelaksanaan ibadah kurban tidak hanya sah secara syariat, tetapi juga mencerminkan keadilan dan nilai sosial Islam.

Bagaimana Pembagian Daging Kurban Menurut Syariat Islam?

Dalam syariat Islam, terdapat beberapa pandangan ulama terkait pembagian daging kurban. Ketentuan ini bersifat fleksibel, tergantung pada jenis kurban dan niat pelaksanaannya:

1. Sepertiga untuk Sohibul Kurban

Mayoritas ulama berpendapat bahwa daging kurban sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian yakni sepertiga untuk dikonsumsi oleh sohibul kurban dan keluarganya, sepertiga untuk diberikan kepada fakir miskin, dan sepertiga lainnya untuk kerabat atau tetangga.

Pendapat ini merujuk pada firman Allah SWT dalam Surah Al-Hajj ayat 28, yang berbunyi: "...Makanlah sebagian darinya dan berikanlah kepada orang yang sengsara lagi fakir."

2. Memakan Sedikit Saja sebagai Tabarruk

Sebagian ulama menganjurkan agar sohibul kurban hanya mengambil sedikit bagian dari daging kurban, sekitar satu hingga tiga suap, sebagai bentuk tabarruk atau mengambil berkah.

Sisanya dianjurkan untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Pandangan ini lebih menekankan aspek sosial dan semangat berbagi dalam pelaksanaan kurban.

3. Disedekahkan Seluruhnya untuk Kurban Nazar

Untuk kurban yang dinazarkan atau bersifat wajib, syariat melarang sohibul kurban mengambil bagian apapun dari hewan yang dikurbankan.

Seluruh daging dan bagian lainnya harus disedekahkan sepenuhnya kepada fakir miskin. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa kurban nazar adalah bentuk pemenuhan janji kepada Allah, sehingga tidak boleh dinikmati oleh yang berkurban.

Apa Saja Larangan dalam Pengelolaan Daging Kurban?

Selain ketentuan pembagian, Islam juga mengatur larangan dalam pengelolaan daging kurban. Sohibul kurban tidak diperkenankan menjual bagian apapun dari hewan kurban, termasuk kulit, kepala, atau tulang.

Larangan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ibadah kurban sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.

Dalam kitab fiqih Fathul Mujibil Qarib, dijelaskan bahwa menjual bagian dari hewan kurban, baik dalam kurban sunnah maupun wajib, tidak diperbolehkan.

Termasuk juga menjadikannya sebagai upah kepada penyembelih atau pihak lain yang membantu proses kurban. Hal ini penting agar ibadah kurban tidak ternodai oleh motif komersial.

Sohibul kurban diperbolehkan memakan daging hewan kurban jika kurban tersebut bersifat sunnah. Dalam praktiknya, konsumsi maksimal yang disarankan adalah sepertiga dari total daging.

Namun, semangat menyedekahkan sebagian besar daging kepada mereka yang membutuhkan tetap harus dikedepankan.

Sementara itu, untuk kurban yang dinazarkan atau wajib, seluruh bagian dari hewan kurban wajib disedekahkan. Sohibul kurban dilarang mengambil bagian apa pun sebagai bentuk pemenuhan janji kepada Allah.

Dengan memahami perbedaan ini, umat Islam diharapkan dapat melaksanakan ibadah kurban secara tepat, sah menurut syariat, dan sarat nilai sosial.

Kurban tidak hanya menjadi bukti ketaatan, tetapi juga momentum mempererat kepedulian dan solidaritas di tengah masyarakat.