Tragedi Beruntun di Gunung Rinjani: 4 Pendaki Jatuh dalam 3 Bulan, Apa yang Salah?

Sejak dibukanya kembali jalur pendakian Gunung Rinjani pada 3 April 2025, sejumlah insiden tragis menimpa para pendaki, baik WNI maupun WNA.
Terbaru adalah peristiwa jatuhnya seorang pendaki Brasil, Juliana Marins (27), yang ditemukan meninggal dunia setelah jatuh ke jurang sedalam 600 meter, Selasa (24/6/2025).
Juliana dilaporkan jatuh pada Sabtu (21/6/2025) di jalur menuju puncak Gunung Rinjani, tepatnya di sekitar titik Cemara Nunggal.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman, menyebut bahwa korban sempat terdengar berteriak meminta tolong sebelum akhirnya dinyatakan meninggal.
"Teriakan minta tolongnya menjadi titik awal koordinasi cepat antar pihak," ujarnya.
Apa Saja Insiden Serupa yang Terjadi Sebelumnya?
Juliana bukan satu-satunya korban dalam periode April–Juni 2025. Sejumlah insiden lainnya juga terjadi:
1. Pendaki asal Jawa Timur Jatuh di Letter E
Pada Minggu (13/4/2025), RBA, seorang pendaki asal Bojonegoro, Jawa Timur, tergelincir saat mencoba mengambil tongkat pendakian yang jatuh di jalur curam Letter E.
Beruntung, ia ditemukan dalam kondisi selamat setelah berhasil menyisir tebing untuk kembali ke jalur.
2. Pendaki Malaysia Terpeleset di Jalur ke Segara Anak
CUC (52), pendaki asal Malaysia, mengalami luka di pergelangan kaki saat jatuh sekitar 200 meter di bawah Pelawangan menuju Danau Segara Anak pada Minggu (27/4/2025). Korban ditandu ke shelter darurat oleh tim medis dan porter.
3. WNA Malaysia Tewas di Jalur Torean
Tim SAR gabungan mengevakuasi pendaki asal Malaysia yang terjatuh di jalur Torean, Gunung Rinjani, Minggu (4/5/2025).
Rennie Bin Abdul Ghani (57) jatuh ke jurang sedalam 80 meter saat melintasi jalur dengan reling tali di Torean, Sabtu (3/5/2025).
Ia diduga terpeleset setelah melepas pegangan dan menolak bantuan dari ketua rombongan. Jenazahnya berhasil dievakuasi sehari kemudian.
Bagaimana Proses Evakuasi Dilakukan?
Evakuasi korban di Gunung Rinjani kerap terkendala medan ekstrem dan cuaca buruk. Seperti dalam kasus Juliana, tim SAR membutuhkan waktu lebih dari tiga hari untuk mengevakuasi jenazah dari kedalaman 600 meter.
Proses pengangkatan dilakukan dengan teknik vertical lifting dan flying camp karena kondisi kabut tebal.
"Pengangkatan jenazah korban memakan waktu sekitar 3,5 jam," kata Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi. Helikopter dari PT Amman Mineral sempat dikerahkan, namun evakuasi akhirnya dilakukan secara manual.
Jalur pendakian Rinjani dikenal memiliki sejumlah titik berbahaya seperti Letter E dan Cemara Nunggal yang kerap memicu insiden jatuh. Dalam insiden Juliana, lokasi jatuhnya bahkan disebut "jalur neraka" oleh sejumlah pendaki.
Menurut Kepala BTNGR Yarman, setiap pendaki sebenarnya sudah diwajibkan menggunakan jasa pemandu (guide) dan porter yang berpengalaman. Namun, faktor kelelahan, cuaca, dan kelalaian masih menjadi tantangan.
Pemerintah melalui BTNGR dan Basarnas akan mengevaluasi sistem keamanan dan prosedur pendakian Gunung Rinjani.
Pemasangan reling tambahan dan pengawasan ketat terhadap standar keselamatan akan menjadi fokus utama.
"Kami juga akan memperketat izin dan pemeriksaan kesehatan bagi pendaki, serta meningkatkan pelatihan mitigasi risiko bagi para guide dan porter," jelas Yarman.
Tragedi demi tragedi di Rinjani menjadi peringatan penting bagi seluruh pihak baik pendaki, penyedia jasa wisata, maupun otoritas untuk meningkatkan keselamatan dan kewaspadaan di medan ekstrem ini. Dengan harapan, keindahan Rinjani tetap dapat dinikmati tanpa mengorbankan nyawa.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul """.