Karya Tanpa Suara, Saat Para Siswa Disabilitas Berkompetisi Dekorasi Kue

pameran fhi 2025, The 14th Salon Culinaire 2025, peserta kompetisi The 14th Salon Culinaire 2025, peserta disabilitas lomba The 14th Salon Culinaire 2025, lomba pastry peserta tuli, Karya Tanpa Suara, Saat Para Siswa Disabilitas Berkompetisi Dekorasi Kue

Meja kompetisi kuliner di pameran Food & Hospitality Indonesia (FHI) 2025 berhasil menarik perhatian saya saat mampir ke acara tahunan di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Utara ini.

Dekorasi kue yang tampak menawan jadi alasan utamanya. Saat itu, tiga kue utuh (whole cake) berhias fondant sudah selesai digubah para peserta.

"Ini buatan peserta disabilitas. Mereka tuna rungu, tidak bisa mendengar, yang otomatis juga tidak bisa bicara," kata Juri Kompetisi FHI Salon Culinaire 2025, Arief Maulana Ikhsan, saat ditemui Kompas.com di lokasi pada Selasa (23/7/2025) sore.

Kompetisi ini bukan sekedar mencari yang terbaik. Ini adalah panggung inklusif yang membuka kesempatan bagi siapa saja, siswa-siswi berprestasi di bidang kuliner.

Sebab, kompetisi bergengsi Salon Culinaire kategori pastry tidak terbatas pada peserta disabilitas, melainkan peserta umum dari seluruh Indonesia.

Mereka yang memiliki keterbatasan fisik justru menjadi mayoritas. Total delapan dari 15 peserta kompetisi kategori Fondant Cake Figures merupakan disabilitas tuna rungu.

"Kompetisi ini terbuka untuk kategori profesional. Kebetulan yang apply banyak, tetapi hanya mereka yang lolos seleksi," ujar Chef Arief.

Bicara lewat karya

pameran fhi 2025, The 14th Salon Culinaire 2025, peserta kompetisi The 14th Salon Culinaire 2025, peserta disabilitas lomba The 14th Salon Culinaire 2025, lomba pastry peserta tuli, Karya Tanpa Suara, Saat Para Siswa Disabilitas Berkompetisi Dekorasi Kue

Hasil dekorasi kue peserta lomba disabilitas di ajang kompetisi The 14th Salon Culinaire 2025 kategori pastry dalam pameran Food & Hospitality (FHI) 2025.

Peserta berusia 18-20 tahun datang dari berbagai provinsi, di antaranya Bali, Jawa Barat, dan Sumatera Barat.

Setiap peserta ditantang membuat dekorasi kue berdiameter 30 centimeter (cm) menggunakan fondant dalam waktu dua jam.

Fondant adalah bahan dekorasi kue yang dibuat dari campuran gula halus dan mentega putih atau tawar (shortening).

Mirip seperti plastisin yang dipakai bermain oleh anak-anak, fondant umum digunakan sebagai penutup dan bahan dekorasi lain dalam kue.

Semua hiasan kue dibuat dari nol di lokasi lomba. Mulai dari lapisan terluar yang menutupi bolu hingga detail berupa karakter berukuran kecil, medium, dan besar dengan berbagai warna.

Chef Arief menuturkan, penilaian dekorasi kue ini terdiri dari tiga hal, yakni persiapan (mise en place), presentasi menyeluruh, dan tingkat kesulitan dekorasi kue yang dibuat.

"Dekorasi kue harus sesuai tema. Kalau peserta mau membuat dekorasi snow white, figurnya harus putri salju, yang disampaikan harus benar-benar sesuai dengan tema," tuturnya.

Semua kondimen yang diletakan di atas kue, harus bisa dikonsumsi (edible). Bila tidak, poin penilaian peserta akan berkurang.

Menantang waktu dan keterbatasan

pameran fhi 2025, The 14th Salon Culinaire 2025, peserta kompetisi The 14th Salon Culinaire 2025, peserta disabilitas lomba The 14th Salon Culinaire 2025, lomba pastry peserta tuli, Karya Tanpa Suara, Saat Para Siswa Disabilitas Berkompetisi Dekorasi Kue

Hasil dekorasi kue peserta lomba disabilitas di ajang kompetisi The 14th Salon Culinaire 2025 kategori pastry dalam pameran Food & Hospitality (FHI) 2025.

Bukan hal mudah menyelesaikan dekorasi kue berukuran besar dalam waktu dua jam. Chef Arief bahkan mengakui hal ini.

"Kalau misalnya enggak latihan, kayaknya enggak bisa. Impossible, tetapi mereka bisa," kata Chef Arief, memuji para mantan anak didiknya.

Sebelum berdiri menjadi salah satu juri kompetisi ini, Arief termasuk pelatih para siswa-siswi berkebutuhan khusus jebolan Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas).

Datang dari berbagai provinsi, penyaringan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) berjalan selama satu tahun belakangan. 

Mereka yang lolos Lomba Kompetensi Siswa Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (LKS-PDBK), melalui pembinaan sekaligus latihan tiga tahap di Jakarta.

"Selanjutnya, mereka pulang ke provinsi masing-masing untuk latihan mandiri. Dikumpulkan lagi pada bulan kedua. Latihan lagi bersama coach-nya, refresh lagi, pulang lagi," ungkap Chef Arief.

Terakhir, mereka datang ke Jakarta sekaligus dikarantina dan berkompetisi bersama teman-teman sebaya yang dianggap memiliki keahlian setara.

Selama berlatih hingga berkompetisi, setiap peserta disabilitas didampingi guru SLB untuk membantu komunikasi bersama juri maupun pihak yang terlibat.

Chef Arief, yang mendampingi mereka sejak 2024, tanpa sadar, turut mempelajari bahasa isyarat selagi berkomunikasi dengan para peserta.

"Begini lah hasilnya setelah dilatih. Kebetulan hari ini, saya sebagai juri dan melihat cara kerja mereka memang bergantung pada pelatihnya karena coach yang bisa mengontrol anaknya. Intinya, keren. Merinding lah kalau ngomong," ungkap dia dengan binar mata bangga.

Kini, lima peserta disabilitas lain masih bersiap menanti hari kompetisi tiba, sementara bagi mereka yang sudah melewatinya, hanya perlu menunggu sambil berdoa agar usaha terbaiknya membuahkan hasil manis.