DPR Desak Pemerintah Ambil Langkah Tegas usai Warga NTT Ditembak Aparat Timor Leste

Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah
Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah

 Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah, mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas dan konkret menyusul insiden penembakan warga negara Indonesia (WNI) oleh aparat Unit Patroli Perbatasan (UPF) Timor Leste di Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin 25 Agustus 2025.

Desakan ini disampaikan Sarifah menanggapi laporan bahwa insiden tersebut tidak hanya menyebabkan seorang warga Indonesia, Paulus Taek Oki (60), luka-luka tertembak, tetapi juga didahului oleh pelanggaran kesepakatan bilateral oleh pihak Timor Leste.

“Komisi I DPR RI menyayangkan dan mengecam keras insiden penembakan terhadap warga Indonesia di perbatasan. Ini adalah pelanggaran kedaulatan dan keselamatan warga negara yang sangat serius. Kami meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan, untuk segera memanggil Duta Besar Timor Leste dan menyampaikan protes resmi yang kuat,” tegas Sarifah dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 27 Agustus 2025.

Sejumlah warga TTU yang bentrok dengan Polisi Timor Leste diangkut ke atas mobil

Sejumlah warga TTU yang bentrok dengan Polisi Timor Leste diangkut ke atas mobil

Sarifah, yang membidangi urusan luar negeri, pertahanan, dan intelijen di Komisi I, menyoroti akar masalah dari insiden ini, yaitu ketidakpatuhan salah satu pihak terhadap kesepakatan sementara yang telah disepakati kedua belah pihak.

“Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa insiden ini terjadi setelah adanya kesepakatan bahwa pemasangan patok batas hanya akan dilakukan di titik-titik yang tidak disengketakan. Pemasangan patok di titik sengketa Pilar 36 oleh UPF Timor Leste jelas merupakan sebuah pelanggaran dan provokasi yang tidak dapat dibiarkan,” ujar Legislator Fraksi PDIP ini.

Lebih lanjut, Sarifah tersebut mendesak agar pemerintah mempercepat proses perundingan perbatasan yang hingga saat ini masih menyisakan sekitar 4 segmen yang belum disepakati, termasuk wilayah Noel Besi-Citrana (Naktuka) tempat insiden terjadi.

“Perundingan Joint Border Committee harus segera dituntaskan. Status quo yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan ketidakpastian dan memicu konflik di lapangan, seperti yang kita saksikan sekarang. Keselamatan dan hak-hak ekonomi warga Indonesia di perbatasan tidak boleh dikorbankan,” papar Sarifah.

Selain langkah diplomatik, Sarifah juga meminta pemerintah untuk memastikan pertanggungjawaban dengan menuntut pemerintah Timor Leste untuk mengadili dan menindak tegas aparat yang melakukan penembakan.

Kemudian memperkuat pengawasan, yakni meningkatkan kehadiran dan patroli TNI-Polri di titik-titik rawan sengketa untuk melindungi warga dan kedaulatan wilayah. Lalu, memberikan pendampingan memastikan korban dan keluarga mendapatkan perawatan kesehatan dan pendampingan hukum yang maksimal.

Terakhir menggelar fact-finding joint, dengan menginisiasi tim pencari fakta bersama (joint fact-finding team) untuk menyelidiki insiden ini secara transparan dan objektif.

“DPR, khususnya Komisi I, akan terus memantau perkembangan situasi dan akan meminta penjelasan resmi dari pemerintah mengenai langkah-langkah yang telah dan akan diambil. Kami berdiri di belakang pemerintah untuk mengambil sikap yang tegas, namun tetap mengedepankan jalur diplomasi untuk penyelesaian damai dan berkelanjutan,” tutup Sarifah Ainun Jariyah.

Insiden ini dipicu oleh aksi protes warga Indonesia terhadap pemasangan patok perbatasan secara sepihak oleh UPF Timor Leste di lahan yang mereka garap. Aparat kemudian melepaskan tembakan yang mengenai korban. Pemerintah daerah NTT telah menyatakan bahwa pemasangan patok tersebut melanggar kesepakatan bilateral yang baru saja dibahas sehari sebelumnya.