Duduk Perkara Nama "Kaliurang" Dipakai Jadi Nama Miras, Disomasi Bupati karena Rusak Citra Daerah

Belakangan, ramai mengenai nama Kaliurang dijadikan nama merek minuman keras (miras).

Hal ini menimbulkan kontroversi, lantaran Kaliurang merupakan nama salah satu daerah di Yogyakarta.

Penggunaan nama tersebut sebagai merek miras menuai protes dari masyarakat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman karena dianggap mencemarkan citra daerah.

Protes masyarakat

Protes penggunaan nama Kaliurang dalam produk “Anggur Merah Kaliurang” di antaranya disampaikan Ketua Forum Masyarakat Kaliurang dan Sekitarnya, Farchan Hariem.

Ia menyebut, pihaknya telah melayangkan surat resmi kepada Pemerintah Kabupaten Sleman mengenai masalah ini.

Farchan menyatakan, informasi mengenai merek minuman beralkohol yang menggunakan nama "Kaliurang" sudah diterima sejak awal Ramadhan.

"Kita meneruskan ini karena heboh di lingkungan kami, dan banyak cuitan di media (sosial) yang keberatan terhadap menggunakan nama Kaliurang," kata dia dikutip dari , Senin (21/4/2025).

Farchan menegaskan, masyarakat selama ini aktif berkampanye untuk menjadikan Kaliurang bebas dari narkoba dan minuman keras.

Namun, kemunculan merek minuman keras yang menggunakan nama Kaliurang justru bertentangan dengan upaya tersebut.

Pemkab Sleman somasi

Sementara itu, Pemerintah Kabuaten Sleman telah menyatakan keberatan atas penggunaan nama Kaliurang sebagai merek dagang minuman beralkohol.

Bupati Sleman, Harda Kiswaya menyebut, penggunaan nama Kaliurang untuk produk minuman keras tidak pantas.

Hal ini karena bertentangan dengan citra kawasan tersebut sebagai destinasi wisata berbasis budaya, sejarah, dan pendidikan.

Harda merujuk pada Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2012 mengenai Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan DIY.

Dalam Pasal 17B ayat (1) huruf d disebutkan bahwa Kaliurang merupakan kawasan wisata berbasis pendidikan, budaya, dan sejarah.

Penggunaan nama Kaliurang untuk produk beralkohol akan mencemarkan citra wilayah yang selama ini menjadi ikon pariwisata Kabupaten Sleman.

“Kaliurang adalah wilayah administratif, daerah pendidikan, dan destinasi wisata. Tentu tidak pada tempatnya jika digunakan sebagai merek minuman beralkohol,” tegas Harda.

Oleh sebab itu, Pemkab Sleman memberikan somasi kepada produsen Anggur Merah Kaliurang yakni PT Perindustrian Bapak Djenggot.

“Saya mewajibkan perusahaan untuk segera mengganti nama. Ini amat sangat merugikan kami, Pemerintah Kabupaten Sleman dan masyarakat Sleman,” tegas Harda.

Hasil kolaborasi pengusaha lokal

Sementara itu, produsen Anggur Merah Kaliurang menyebut, produk tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan pengusaha lokal.

Meski demikian, Pegawai marketing Anggur Orang Tua, Daniel mengatakan, produksi miras tersebut dihentikan.

"Menanggapi respons masyarakat terhadap penggunaan kata 'Kaliurang' dan 'Parangtritis' pada minuman beralkohol yang merupakan produk kolaborasi dengan pengusaha lokal, produsen minuman beralkohol telah mengambil tindakan tegas dengan menghentikan produksi," ujar Daniel dikutip dari Selasa (22/4/2025).

Produsen juga menghentikan kerja sama dengan pengusaha lokal tersebut.

"Atas kejadian tersebut, produsen minuman beralkohol juga telah menghentikan kerjasama dengan pengusaha lokal dan meminta untuk menarik produk minuman beralkohol tersebut serta memastikan produk tidak beredar di pasar," jelas Daniel.

Adapun Kepala Kanwil Kemenkumham DIY, Agung Rektono Seto menjelaskan, pendaftaran merek “Anggur Merah Kaliurang” saat ini masih berada di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan dalam tahap pemeriksaan substantif.

Pada tahap ini, pemeriksa merek akan menilai apakah pendaftaran tersebut bertentangan dengan nilai moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan 21 UU Merek dan Indikasi Geografis.

"Tentunya merek ini akan diperiksa apakah melanggar nilai moralitas, agama, kesusilaan, atau pun ketertiban umum atau tidak," tambah Agung.

Agung juga menegaskan bahwa Kanwil Kemenkumham DIY sangat memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman serta masyarakat luas, terutama terkait penggunaan nama geografis yang memiliki nilai kultural dan identitas lokal yang kuat.

"Kami ingin masyarakat tahu bahwa sistem hukum di Indonesia menyediakan mekanisme keberatan dan pembatalan atas pendaftaran merek yang dianggap merugikan pihak lain. Proses ini sepenuhnya terbuka, transparan, dan bertujuan menjamin keadilan bagi semua pihak," ujarnya.