Demi Hindari Bayar Royalti, Kafe dan Restoran Putar Suara Burung Gantikan Musik

Sejumlah kafe dan restoran di Indonesia mulai mengganti lagu-lagu komersial dengan suara kicauan burung atau aliran air untuk menghindari kewajiban membayar royalti musik.
Langkah ini diambil menyusul meningkatnya kesadaran bahwa pemutaran lagu di tempat usaha bersifat komersial dan dikenakan biaya royalti sesuai aturan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, pihaknya telah menyarankan para pemilik usaha kafe dan restoran untuk tidak memutar lagu jika tidak bersedia membayar royalti.
"Sekarang, semua lini masyarakat harus tahu bahwa memutar lagu di tempat usaha, baik kecil maupun besar, ada cost-nya, ada biayanya," kata Maulana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (29/7/2025).
"Jadi jangan sembarangan putar lagu. Kalau memang enggak mau bayar, ya sudah enggak usah putar lagu. Pilihannya hanya begitu," tambahnya.
Kasus Mie Gacoan Bali Jadi Sorotan
Imbauan ini muncul setelah kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang menimpa PT Mitra Bali Sukses, perusahaan pengelola Mie Gacoan Bali. Pada Kamis (24/7/2025), Direktur Mie Gacoan Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, resmi ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti tidak membayar royalti atas lagu yang diputar di gerai mereka.
Berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, tarif royalti bagi pengguna komersial musik dan lagu di sektor restoran ditentukan berdasarkan jumlah kursi.
“Tarif Royalti untuk bidang usaha jasa kuliner bermusik Restoran dan Kafe ditentukan tiap kursi per tahun, dengan ketentuan bahwa Royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun,” tertulis dalam aturan tersebut.
Artinya, total royalti yang harus dibayarkan pemilik usaha mencapai Rp 120.000 per kursi per tahun. Jika dikalikan dengan jumlah kursi di satu outlet, tagihan royalti bisa mencapai angka miliaran rupiah dalam setahun.
Pengusaha Khawatir, Suasana Kafe Berubah
Tingginya biaya royalti membuat banyak pemilik restoran dan kafe mulai menghindari penggunaan lagu komersial. Sebagai gantinya, mereka memutar suara alam seperti kicauan burung, desiran angin, atau gemericik air untuk menciptakan suasana tenang namun bebas royalti.
Menurut Maulana Yusran, fenomena ini menimbulkan celah yang cukup besar antara kepentingan pemilik usaha dan pencipta lagu.
“Akhirnya ada gap di sana. Padahal, ada nilai komersial saat lagu diputar di restoran, ada nilai promosi di sana,” ungkapnya.
Meski demikian, aturan mengenai royalti ini diharapkan mampu memberikan perlindungan dan penghargaan yang layak kepada para musisi dan pencipta lagu yang karyanya digunakan untuk kepentingan komersial.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul