Tempat Usaha Harus Bayar Royalti jika Putar Lagu, DPR: Harusnya Fokus Perbaiki Sistem, Jangan Bikin Gaduh

Adanya rencana penarikan royalti memutar lagu di sejumlah tempat usaha memicu kontroversi.
Anggota Komisi XIII DPR RI Yanuar Arif Wibowo, menilai, praktik penarikan royalti saat ini kerap tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti kafe kecil, angkringan, hingga warung di desa-desa.
“Jangan hanya untuk mengejar (keuntungan) kumulatif lewat royalti. Apalagi UMKM kita yang baru tumbuh lalu ditekan sedemikian rupa,” ujarnya di Jakarta, Selasa (12/8).
Ia mengingatkan bahwa hubungan antara pemilik royalti dan pengguna bersifat keperdataan.
Dia menegaskan perlunya transparansi dan pembenahan sistem pengelolaan royalti musik oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Jangan sampai orang membayar royalti tapi tidak tepat sasaran,” tegasnya.
Yanuar juga menyoroti keterlambatan penyelesaian Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) yang diamanatkan undang-undang. Keberadaan sistem ini dinilai penting untuk memastikan pembayaran royalti tepat sasaran sekaligus meningkatkan kepercayaan publik.
“LMKN ini harus berbenah. Sistem yang transparan dan terbuka akan membuat kepercayaan publik meningkat. Jangan malah membuat kegaduhan di masyarakat, fokus perbaiki sistemnya,” jelas Yanuar yang juga politikus PKS ini.
Yanuar berharap LMKN mampu menjaga keseimbangan ekosistem musik dan usaha di Indonesia, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor kecil dan mikro.
“Kita ingin pemilik properti mendapatkan haknya dengan tepat, usaha kecil tetap tumbuh, dan masyarakat senang dengan produk musisi kita.” pungkasnya.
Sebelumnya beredar di media sosial sebuah foto setruk pembayaran makan dan minum konsumen di sebuah restoran. Dalam setruk tertanggal 5 Agustus 2025 itu tertulis juga biaya tambahan berupa tarif royalti lagu dan musik kepada pelanggan.
Di situ pelanggan diwajibkan membayar biaya royalti lagu dan musik sebesar Rp 29.140. Foto setruk ini menambah panjang kontroversi aturan pembayaran royalti lagu dan musik.
Saat ini banyak kafe, restoran, dan tempat hiburan tak berani lagi memutar lagu dan musik Indonesia akibat aturan royalti tersebut. (Knu)