Hati-hati, Memutar Musik dari Layanan Streaming di Kafe Tetap Harus Bayar Royalti Meski Sudah Berlangganan

hak cipta lagu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Royalti Musik, Hak Cipta Lagu, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional, LMKN, Royalti musik, lembaga manajemen kolektif nasional, Hak cipta lagu, Hati-hati, Memutar Musik dari Layanan Streaming di Kafe Tetap Harus Bayar Royalti Meski Sudah Berlangganan, Cara Bayar Royalti Musik untuk Kafe dan Restoran, Lagu Luar Negeri dan Musik Instrumental Tetap Bisa Kena Royalti, Solusi: Gunakan Musik Bebas Lisensi atau Buatan Sendiri, Risiko Hukum Jika Tidak Membayar Royalti Musik

Meski sudah berlangganan platform musik streaming, pemilik usaha seperti kafe, restoran, hotel, dan pusat kebugaran tetap wajib berhati-hati saat memutar musik di ruang usaha mereka.

Membayar biaya berlangganan seperti YouTube Premium, Spotify Premium, atau Apple Music

Pemutaran musik di ruang publik tergolong sebagai penggunaan komersial, sehingga tetap dikenakan kewajiban membayar royalti kepada pemilik hak cipta lagu.

“Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” terang Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Hukum RI, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Cara Bayar Royalti Musik untuk Kafe dan Restoran

Dilansir dari (02/08/2025), berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). 

Seperti dilaporkan Kompas.com, tarif royalti yang dikenakan untuk pemilik ruang publik seperti kafe dan restoran adalah:

  • Rp 60.000 per kursi per tahun untuk royalti hak cipta
  • Rp 60.000 per kursi per tahun untuk royalti hak terkait

Dengan demikian, total kewajiban royalti yang harus dibayar pemilik usaha adalah Rp 120.000 per kursi per tahun.

Lagu Luar Negeri dan Musik Instrumental Tetap Bisa Kena Royalti

Beberapa pelaku usaha mencoba menyiasati kewajiban royalti dengan memutar lagu luar negeri atau musik instrumental yang diklaim sebagai bebas lisensi.

Namun, Agung tetap memperingatkan agar tetap waspada. Menurutnya, tidak semua lagu instrumental atau lagu luar negeri bebas dari hak cipta.

Bahkan jika sebuah musik diberi label “no copyright”, pemutaran di ruang publik tetap bisa menimbulkan kewajiban hukum jika lagu tersebut ternyata masih dilindungi hak cipta.

“Termasuk lagu luar negeri, jika mereka dilindungi hak cipta, kewajiban royalti tetap berlaku,” ujar Agung.

Solusi: Gunakan Musik Bebas Lisensi atau Buatan Sendiri

Untuk menghindari pelanggaran hak cipta, pemilik kafe dan ruang publik lainnya dapat memilih beberapa alternatif.

Caranya adalah dengan menggunakan musik bebas lisensi atau royalti-free, memutar musik dengan lisensi Creative Commons yang memperbolehkan penggunaan komersial, memutar musik ciptaan sendiri, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen yang bersedia memberikan izin tanpa harus membayar.

Risiko Hukum Jika Tidak Membayar Royalti Musik

Dilansir dari Antara, menggunakan musik tanpa izin bisa dianggap pelanggaran hak cipta dan berpotensi dikenakan sanksi hukum maupun ganti rugi. 

Dalam beberapa kasus, pemilik usaha bahkan harus membayar denda puluhan juta rupiah akibat kelalaian dalam membayar royalti.

Tanpa lisensi yang benar, pemutaran musik secara publik oleh pelaku usaha tergolong pelanggaran hak cipta.

Salah satu contohnya adalah putusan Mahkamah Agung (No.122 PK/PDT.SUS‑HKI/2015) yang mewajibkan pengelola karaoke membayar royalti dan ganti rugi sebesar Rp 15.840.000 karena memutar musik tanpa izin dari LMKN.

Maka dari itu, memahami dan mematuhi aturan ini sangat penting. Selain untuk menghindari jerat hukum, kewajiban membayar royalti juga menjadi bentuk penghargaan terhadap karya dan jerih payah para pencipta musik.

Dengan memahami dan menaati aturan ini, pelaku usaha tidak hanya menghindari risiko hukum, tetapi juga turut mendukung perkembangan industri musik dan menghargai hak cipta pencipta karya.

Sebagai langkah selanjutnya, pelaku usaha dapat mengakses informasi lebih lanjut mengenai prosedur lisensi dan tarif royalti melalui situs resmi LMKN maupun DJKI.