Jumlah Pelaku Usaha Bayar Royalti Musik Minim, Komisioner LMKN: Kesadaran Masih Rendah

Jumlah Pelaku Usaha Bayar Royalti Musik Minim, Komisioner LMKN: Kesadaran Masih Rendah

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyebut masih minimnya pelaku usaha yang telah melaksanakan kewajiban membayar royalti musik.

Atas dasar tersebut LMKN perlu melakukan sosialisasi pada pelaku usaha di di sejumlah wilayah.

Komisioner Bidang Keuangan dan Distribusi LMKN, Waskito mengatakan pihaknya memperkirakan persentase pelaku usaha yang sudah melaksanakan kewajiban membayar royalti musik tidak sampai 5 persen.

“Data kami pelaku usaha yang sudah melaksanakan kewajiban membayar royalti musik tidak sampai 5 persen,” ujar Waskito, Sabtu (9/8).

Dia mengatakan dari 13 sektor bisnis yang wajib membayar royalti dari Sabang sampai Merauke, harusnya lebih dari 5 persen.

“Jika mereka menggunakan lagu atau musik, tapi yang membayar itu totalnya mungkin belum sampai 6.000 pengguna. Artinya kan masih sangat minim," katanya

Dia mengatakan atas dasar itu pihaknya mengumpulkan para pelaku usaha atau pengelola hotel, restoran, kafe, karaoke, tempat wisata, pelaku usaha kuliner dan wisata di Solo di Gedung Joeang dalam kegiatan sosialisasi.

“Masih rendahnya kesadaran mereka akan pentingnya karya cipta. Kami tak menampik kondisi itu juga dipicu masih minimnya sosialisasi tentang tata kelola royalti kepada masyarakat, karena terbatasnya biaya. Padahal tata kelola royalti di Indonesia tersebut sebenarnya sudah diatur sejak lama,” papar dia.

Dia mengatakan dasar aturan royalti hak cipta dimulai sejak diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Kemudian direvisi dengan UU Nomor 19 Tahun 2002 dan terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2014.

Dia menyebut masih minimnya jumlah pelaku usaha pengguna musik membayar royalti itu juga dipicu oleh panjangnya proses penegakan hukum untuk setiap laporan pelanggaran hak cipta.

“Rendahnya tingkat kesadaran pelaku usaha pengguna lagu atau musik ini karena selama ini mereka tidak dibebani kewajiban itu,” kata dia.

Adapun terkait penegakan hukum, Waskito tak menampik prosesnya bisa sangat panjang serta membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang seringkali tidak sepadan dengan nilai royalti yang sebenarnya harus dibayar.

"Misalkan kalau kewajiban royalti pengguna itu di level yang hanya Rp 10 juta atau Rp 20 juta dengan rentang waktu, proses panjang dan biayanya yang besar, kira-kira sepadan nggak. Pastinya tidak akan sepadan," pungkasnya. (Ismail/Jawa Tengah)