Beda Peran DJKI, LMKN, WAMI, dan SELMI dalam Aturan Royalti Musik

Kontroversi terkait kewajiban pembayaran royalti musik atas lagu yang diputar di kafe dan restoran belakangan menarik perhatian publik dan pelaku usaha.
Banyak pengusaha menilai kewajiban ini menjadi beban tambahan, apalagi musik kerap dianggap hanya sebagai pelengkap suasana, bukan sumber pendapatan utama.
Di tengah polemik royalti musik di Indonesia, masih banyak masyarakat yang bingung soal pihak yang berwenang mengatur, memungut, dan menyalurkan royalti.
Empat nama yang kerap muncul dalam pembahasan adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Wahana Musik Indonesia (WAMI), dan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).
Meski sering disalahartikan sebagai satu kesatuan, ketiga lembaga ini memiliki peran dan fungsi yang berbeda.
Dilansir dari Kompas.tv, mengutip situs dgip.go.id, berikut penjelasannya.
1. DJKI – Regulator dan Pembuat Kebijakan di Bidang Kekayaan Intelektual
DJKI adalah institusi pemerintah di bawah Kementerian Hukum dan HAM yang bertugas merumuskan serta menjalankan kebijakan nasional di bidang kekayaan intelektual.
Fungsi utama DJKI meliputi penyusunan regulasi terkait hak cipta, paten, merek, dan desain industri; memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual; serta memastikan kepastian hukum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui inovasi dan kreativitas.
DJKI tidak memiliki kewenangan memungut atau menyalurkan royalti. Tugas tersebut dilimpahkan kepada lembaga lain dalam sistem manajemen kolektif.
2. LMKN – Lembaga Pendukung Pemerintah dalam Pengelolaan Royalti Musik
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah lembaga non-APBN yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM.
Berbeda dengan berbagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili pencipta tertentu, LMKN berfungsi sebagai pengelola sistem royalti musik nasional yang berlaku untuk semua pihak.
Tugas utamanya mencakup penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti dari penggunaan lagu atau musik secara komersial, seperti di kafe, hotel, radio, atau televisi.
LMKN juga menyusun tarif dan sistem distribusi bersama LMK serta memastikan pembayaran royalti dilakukan secara adil dan transparan kepada para pencipta dan pemilik hak terkait.
Selain itu, peran LMKN juga menjadi penghubung antara pengguna musik dengan berbagai LMK, termasuk WAMI.
3. WAMI – Pengelola Royalti untuk Pencipta Lagu dan Musik
Wahana Musik Indonesia (WAMI), adalah salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) berbadan hukum nirlaba yang memiliki tugas khusus mewakili hak ekonomi anggotanya terkait penggunaan karya musik.
Perannya meliputi pengelolaan dan pengumpulan royalti atas nama pencipta musik yang menjadi anggota, menyalurkan royalti hasil pemakaian karya kepada anggota, serta menjalin kerja sama dengan LMK luar negeri untuk distribusi royalti lintas negara.
Penting dicatat, WAMI tidak memungut royalti langsung dari pengguna musik. Proses penarikan dilakukan oleh LMKN, kemudian dana disalurkan ke WAMI dan LMK lain sesuai data penggunaan karya.
4. SELMI – Pengelola Royalti untuk Pencipta Lagu, Musik Produser dan Performer
Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), adalah salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) berbadan hukum nirlaba yang memiliki tugas khusus mewakili hak ekonomi anggotanya.
SELMI mewakili musik produser dan performer (hak terkait) dalam hal mengelola penarikan remunerasi untuk Broadcasting (Radio dan Televisi) juga komunikasi kepada publik.
Belakangan, SELMI menjadi sorotan setelah melaporkan PT Mitra Bali Sukses (MBS) yang memegang lisensi merek Mie Gacoan atas dugaan pelanggaran hak cipta.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!