Cara Restoran Terhindar dari Tarif Royalti Musik, Setel Suara Burung hingga Gemericik Air

Sejak kasus pelanggaran hak cipta musik di restoran mengemuka, beberapa tempat makan memilih alternatif yang terbilang aman.
Tanpa memutar lagu-lagu dari musisi Indonesia, sejumlah kafe dan restoran justru memilih menyiarkan suara gemericik air maupun kicauan burung di tempat usahanya.
"Benar, karena takut kena royalti kan? Akhirnya seperti itu yang terjadi," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran ketika dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (29/7/2025).
Menurut Yusran, cara ini menjadi langkah aman bagi kafe maupun restoran yang khawatir terkena kasus serupa dengan Mie Gacoan Bali.
Untuk diketahui, Direktur PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan), I Gusti Ayu Sasih Ira, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran hak cipta pada Kamis (24/7/2025).
Mie Gacoan Bali diduga tidak membayar royalti atas penggunaan lagu atau musik yang diputar di gerai yang tersebar di kawasan Pakerisan, Renon, Teuku Umar Barat, Gatot Subroto, dan Jimbaran.
Adapun perkiraan total tarif royalti musik yang semestinya dibayar pihak Mie Gacoan Bali mencapai miliaran rupiah.
"Sebenarnya, pada saat tempat usaha memutar lagu, ada nilai promosi di sana. Belum tentu lagu yang diputar di tempat usaha, disukai oleh tamu atau tamu suka dengan lagunya," tutur Yusran.
Berapa tarif royalti musik untuk kafe dan restoran?
Aturan terkait royalti musik telah tertulis dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam UU yang mengatur tentang royalti musik di Indonesia tersebut, pencipta lagu dan musik dapat mengatur mekanisme pembayaran royalti kepada mereka melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Meskipun sudah berlangganan platform digital, seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lain, kafe atau restoran tetap harus membayar royalti musik.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum Agung Damarsasongko dalam berita Kompas.com yang tayang pada Senin (28/7/2025).
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” pungkas dia.
Lebih lanjut, penghitungan tarif royalti musik untuk kafe dan restoran diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.
Berdasarkan aturan tersebut, pebisnis kafe dan restoran wajib membayar Royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun.
Artinya, kafe maupun restoran harus membayar royalti musik sebesar Rp 120.000 per kursi per tahun, dikalikan total gerai dimiliki.