Musisi Gratiskan Lagu untuk di Kafe, LMKN: Bukan Berarti Bebas Royalti

royalti, Royalti musik, LMKN, royalti lagu, royalti musik di cafe, Musisi Gratiskan Lagu untuk di Kafe, LMKN: Bukan Berarti Bebas Royalti, LMKN: Lagu Punya Banyak Hak, Bukan Hanya Milik Pencipta, Lagu adalah Karya Kolektif: Bundle of Rights, Respons LMKN atas Musisi yang Gratiskan Lagu, LMKN Minta Pemerintah Fasilitasi Dialog antara Musisi, Pelaku Usaha, dan LMK

Polemik seputar royalti musik kembali mengemuka setelah sejumlah musisi Indonesia menyatakan bahwa karya mereka bisa diputar di kafe atau restoran secara gratis.

Menanggapi hal tersebut, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa lagu merupakan karya kolektif yang melibatkan banyak pihak dan berbagai hak eksklusif yang tidak bisa diabaikan.

LMKN: Lagu Punya Banyak Hak, Bukan Hanya Milik Pencipta

Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan, menjelaskan bahwa dalam satu lagu terdapat hak dari beberapa pihak, termasuk pencipta lagu, performer (penyanyi), dan pemilik master rekaman.

“Kalau musisinya menggratiskan, belum tentu pihak lain seperti performer atau pemilik rekaman juga setuju. Lagu adalah produk kolaborasi. Jadi tolong jangan langsung ditelan mentah-mentah bahwa lagu itu bebas diputar tanpa kewajiban royalti,” ujar Yessy di Mahkamah Konstitusi, Kamis (7/8/2025).

Ia juga meminta publik tidak salah mengartikan istilah “menggratiskan”, karena satu karya musik melibatkan lebih dari satu pemilik hak cipta.

royalti, Royalti musik, LMKN, royalti lagu, royalti musik di cafe, Musisi Gratiskan Lagu untuk di Kafe, LMKN: Bukan Berarti Bebas Royalti, LMKN: Lagu Punya Banyak Hak, Bukan Hanya Milik Pencipta, Lagu adalah Karya Kolektif: Bundle of Rights, Respons LMKN atas Musisi yang Gratiskan Lagu, LMKN Minta Pemerintah Fasilitasi Dialog antara Musisi, Pelaku Usaha, dan LMK

LMKN saat menghadiri sidang uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).

Lagu adalah Karya Kolektif: Bundle of Rights

Komisioner LMKN lainnya, Bernard Nainggolan, menambahkan bahwa lagu bukan hanya ciptaan satu orang, melainkan merupakan kumpulan hak atau bundle of rights yang melekat pada berbagai pihak.

“Dalam lagu itu ada pencipta, performer, dan produser. Hak-hak ini satu paket. Membebaskan satu hak bukan berarti semua hak otomatis bebas,” jelas Bernard.

Menurutnya, meskipun pencipta lagu memberi izin tanpa royalti, hak dari penyanyi dan produser tetap harus dihargai. Jika tidak, hal ini bisa melanggar Undang-Undang Hak Cipta.

Respons LMKN atas Musisi yang Gratiskan Lagu

Pernyataan LMKN muncul setelah sejumlah musisi mengizinkan karya mereka diputar di ruang publik secara bebas.

Salah satunya, Uan Kaisar dari band Juicy Luicy, menyebut lagu-lagu mereka boleh dibawakan di kafe tanpa perlu membayar royalti.

“Boleh, bawain aja tuh di kafe, kalian dengerin Juicy Luicy aja,” kata Uan dalam sesi live Instagram.

Tak hanya itu, Ahmad Dhani juga memberikan izin bagi restoran yang ingin memutar lagu-lagu Dewa 19 tanpa membayar royalti, asalkan mengirimkan permintaan secara langsung.

“Ahmad Dhani sebagai pemilik master kasih gratis kepada yang berminat. Yang berminat, DM,” tulisnya lewat akun Instagram pribadinya.

LMKN Minta Pemerintah Fasilitasi Dialog antara Musisi, Pelaku Usaha, dan LMK

Dengan makin luasnya diskusi soal hak cipta musik di ruang publik, LMKN juga mendorong pemerintah untuk memfasilitasi dialog antara musisi, pelaku usaha (seperti kafe dan restoran), serta lembaga manajemen kolektif agar tercipta pemahaman bersama dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Menurut LMKN, lagu bukan hanya milik penciptanya.

Oleh karena itu, tambah LMKN, meski musisi memberi izin penggunaan gratis, hak penyanyi dan pemilik rekaman tetap harus dihormati.

LMKN menegaskan pentingnya edukasi publik agar tidak salah persepsi soal “lagu gratis” dan tetap menghormati hukum yang berlaku.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!