Kondisi Pasar Mobil Bekas Paruh Pertama 2025: Masih Tertekan

Memasuki paruh pertama tahun 2025, pasar mobil bekas nasional menunjukkan tanda-tanda perbaikan meski masih dihadapkan pada berbagai tantangan.
Meskipun volume penjualan dan margin keuntungan menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, pemulihan kondisi pasar ini belum sepenuhnya kembali ke keadaan sebelum pandemi Covid-19.
Kondisi Ekonomi Menjadi Penentu Utama Pasar Mobil Bekas
Ilustrasi membeli mobil bekas.
Ketua Asosiasi Mobil Bekas Indonesia (AMBI), Tjung Subianto, menyampaikan bahwa tren pasar mobil bekas selama Semester I-2025 sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi secara keseluruhan. “Mobil bekas, seperti halnya properti, sangat terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi. Kalau ekonomi membaik, permintaan ikut naik. Sebaliknya, saat ekonomi melemah, pasar pun ikut terkoreksi,” ungkap Tjung kepada Kompas.com, Kamis (7/8/2025).
Dalam analisisnya, Tjung mengungkapkan bahwa pasar mobil bekas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya mengalami tantangan yang cukup signifikan.
Sementara itu, daerah-daerah yang bergantung pada hasil bumi, seperti pertambangan dan perkebunan sawit, menunjukkan stabilitas yang lebih baik. “Di daerah, terutama yang punya tambang atau kebun sawit, pasar masih cukup stabil. Mereka tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan ekonomi karena sumber daya alam masih menopang daya beli,” tuturnya.
Ilustrasi deretan mobil bekas di Rapih Motor, MGK Kemayoran
Perbaikan Tipis dalam Penjualan Mobil Bekas
Meskipun ada perbaikan, Tjung mencatat bahwa pasar mobil bekas pada semester I-2025 baru menunjukkan peningkatan tipis sekitar 8–10 persen dibandingkan tahun lalu.
Namun, jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, pemulihan ini masih jauh dari kata optimal. “Penjualan sudah mulai bergerak naik, tapi belum kembali ke level normal. Bahkan kalau ditanya sudah setengah dari volume sebelum pandemi pun, saya rasa masih belum sampai,” jelas Tjung.
Mobil bekas di Bursa Mobil Bekas Carsentro Solo Baru, Jawa Tengah
Kondisi ini diperburuk oleh meningkatnya beban operasional yang harus ditanggung oleh pelaku usaha, termasuk biaya sewa, bunga pinjaman, dan gaji karyawan. “Ini membuat banyak pelaku usaha harus berjuang lebih keras untuk mempertahankan bisnis mereka,” tambahnya.
Tekanan dari Persaingan dan Pembiayaan Mobil Baru
Selain faktor ekonomi yang melambat, pasar mobil bekas juga harus menghadapi tekanan dari persaingan harga mobil baru serta ketatnya proses pembiayaan dari lembaga leasing. “Banyak konsumen yang saat ini melihat mobil baru yang diskonnya agresif. Belum lagi opsi mobil listrik yang makin luas dan didukung insentif pajak. Ini menggeser minat sebagian calon pembeli,” kata Tjung.
Perusahaan pembiayaan atau leasing juga semakin selektif dalam menyetujui kredit mobil bekas.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya data kredit macet dalam beberapa waktu terakhir, yang berdampak pada penjualan di sektor ini.
Harapan untuk Perbaikan di Paruh Kedua 2025
Melihat tren di semester pertama, pelaku usaha berharap akan ada perbaikan bertahap pada paruh kedua tahun ini.
Meski begitu, Tjung menekankan pentingnya adaptasi dan efisiensi sebagai kunci untuk bertahan dalam kondisi ini. “Kami harap pasar bisa lebih bergairah ke depan, apalagi mendekati akhir tahun yang biasanya ada peningkatan permintaan. Tapi tetap harus realistis, karena tantangannya masih cukup besar,” pungkasnya.
Dengan latar belakang yang penuh tantangan ini, pasar mobil bekas di Indonesia diharapkan dapat menemukan jalan untuk pulih dan berkembang di tahun-tahun mendatang.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!