Sejarah 19 September 1945, Pidato Singkat Soekarno yang Mengguncang Jakarta

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, semangat perjuangan rakyat tak surut.
Salah satu momen penting pasca-proklamasi adalah Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta, pada 19 September 1945, yang menjadi simbol tekad bangsa mempertahankan kemerdekaan dan menegaskan dukungan penuh rakyat kepada pemerintahan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Adam Malik Sebarkan Berita Proklamasi ke Dunia
Beberapa hari setelah kemerdekaan, tugas penyebaran informasi menjadi prioritas. Adam Malik, yang kala itu menjadi salah satu pemimpin gerakan bawah tanah di kantor berita Jepang, Domei, mengambil langkah berani.
Pada 17 Agustus 1945, saat pegawai Jepang keluar untuk makan siang, ia menggunakan pemancar gelombang pendek untuk menyiarkan berita proklamasi ke seluruh dunia.
Setelah siaran, Adam Malik meninggalkan kantor, menghindari deteksi Jepang yang sedang menikmati hidangan sukiyaki. Ia pernah menjadi tahanan Kempetai (polisi militer Jepang) dan tidak ingin mengulang pengalaman itu.
Jepang akhirnya mengetahui aksinya karena siaran tersebut diterima cabang Domei di kota lain.
Namun, pesan itu sudah telanjur diteruskan oleh jaringan gerakan bawah tanah ke berbagai daerah. Morse yang dikirim Adam Malik diterima kelompok di sebuah masjid, lalu disebarkan ke seluruh Jawa Tengah dalam waktu satu jam.
Jaringan lain yang memiliki pemancar portabel mengirim berita ke Medan, yang kemudian diteruskan ke Filipina, Australia, Saigon, dan akhirnya diketahui pihak Sekutu hanya dalam waktu satu minggu.
Setelah proklamasi, perebutan kekuasaan dari tangan Jepang digerakkan kelompok pemuda seperti PETA, Barisan Pelopor, dan Heiho. Mereka menyerbu pabrik senjata, melucuti tentara Jepang, merebut stasiun radio, kantor telegraf, pelabuhan, dan kereta api.
Strategi perlawanan diajarkan dari satu orang ke orang lain. Meski Jepang melakukan perlawanan, moral dan disiplin mereka menurun. Semangat para pemuda, yang mengenakan lambang Merah Putih, tak tergoyahkan.
Bendera Merah Putih bukan sekadar simbol. Warna merah melambangkan keberanian, sementara putih melambangkan kesucian.
Filosofi ini sudah ada jauh sebelum agama hadir, dan bagi masyarakat Jawa, putih identik dengan bubur menir atau bubur sumsum yang sudah dikenal sejak 6.000 tahun silam.
Presiden Soekarno kala itu memerintahkan pencetakan sekitar 10 juta bendera kecil di atas kertas untuk dibagikan ke pelosok negeri guna membangkitkan semangat persatuan.
Rapat Raksasa Lapangan Ikada
Rapat di Lapangan Ikada yang dipelopori oleh Komite van Aksi
Pada 1 September 1945, Presiden Soekarno memerintahkan rakyat untuk memberi salam dengan mengangkat lima jari sambil berteriak “Merdeka!”. Ia juga menetapkan 19 September 1945 sebagai tanggal pidato resmi pertamanya di lapangan luas di depan Istana.Namun, pemerintah militer Jepang mengumumkan larangan rapat. Meski begitu, rakyat dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Karawang, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung tetap berdatangan.
Diperkirakan sekitar 300.000 orang hadir, bahkan catatan saksi mata menyebutkan jumlahnya bisa mencapai sejuta orang.
Jepang menempatkan pasukan bersenjata lengkap dengan sangkur, tetapi kehadiran tentara tidak menyurutkan tekad rakyat. "Lebih baik mati demi kemerdekaan daripada hidup dalam penindasan," begitu semangat yang menggelora saat itu.
Pidato Singkat Presiden Soekarno
Presiden Soekarno tiba dengan pengawalan pemuda yang duduk di atas kap mobil, membentuk perisai manusia. Saat berdiri di hadapan massa, suasana tegang. Soekarno memutuskan untuk berpidato singkat demi menghindari potensi bentrokan.
"Saudara-saudara, kita akan terus mempertahankan proklamasi kita. Tidak ada satu kata pun yang ditarik kembali. Pulanglah dengan tenang, tinggalkan rapat ini sekarang juga dengan tertib dan tunggulah berita dari pemimpin di tempat masing-masing," kata Soekarno tegas.
Hanya dalam waktu sekitar 5 menit, pidato itu menjadi tonggak sejarah. Rakyat pun membubarkan diri dengan tertib, sementara tentara Jepang hanya bisa menunjukkan rasa hormat.
Peristiwa Rapat Raksasa Lapangan Ikada menjadi bukti kepada dunia bahwa Republik Indonesia bukan bentukan Jepang. Aksi ini juga menjadi penegasan bahwa pemerintahan Soekarno-Hatta mendapat dukungan penuh rakyat.
Lokasi rapat kini menjadi Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, simbol persatuan dan perjuangan bangsa.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!