Dinonaktifkan dari DPR, Lima Politisi Ini Tetap Kantongi Ratusan Juta Per Bulan!

Tiga partai politik besar, yakni Partai NasDem, PAN, dan Partai Golkar, mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan sejumlah kader mereka yang menjadi anggota DPR RI. Keputusan ini diambil karena para anggota tersebut dianggap sebagai penyebab kegaduhan di tengah masyarakat akhir-akhir ini. Meski telah dinonaktifkan, kelima anggota DPR tersebut tetap berhak atas fasilitas negara berupa gaji pokok dan tunjangan, meskipun mereka tidak lagi menjalankan tugas secara aktif.
Kelima anggota DPR yang dinonaktifkan adalah:
- Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (Fraksi PAN)
- Surya Utama alias Uya Kuya (Fraksi PAN)
- Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem)
- Nafa Urbach (Fraksi NasDem)
- Adies Kadir (Fraksi Golkar, Wakil Ketua DPR RI)
Ketiga partai politik tersebut resmi menonaktifkan para anggotanya mulai 1 September 2025, namun status mereka sebagai anggota DPR tetap berlaku hingga masa jabatan berakhir atau ada keputusan lebih lanjut.
Mengapa Mereka Masih Tetap Terima Gaji?
Berdasarkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap memperoleh hak keuangan dari negara. Hak-hak tersebut mencakup:
- Gaji pokok
- Tunjangan keluarga
- Tunjangan pangan
- Tunjangan jabatan
- Uang paket
Pasal 19 ayat 4 dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa:
- "Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."
Ini artinya, meskipun telah dinonaktifkan oleh partai politiknya, kelima anggota DPR tersebut masih sah sebagai anggota DPR dan berhak atas seluruh tunjangan yang melekat pada posisi mereka. Oleh karena itu, mereka tetap akan menerima gaji penuh tanpa harus bekerja aktif di parlemen.
Alasan Nonaktifkan Anggota DPR
Langkah menonaktifkan anggota DPR dilakukan sebagai bentuk penegakan disiplin dan etika bagi kader-kader partai. Berikut alasan dari masing-masing partai:
Partai Golkar:
- DPP Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir sebagai Wakil Ketua DPR RI. Dalam keterangannya, Golkar menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk memperkuat disiplin dan etika anggota DPR dari Partai Golkar. "Perjuangan politik kami selalu berlandaskan pada cita-cita nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945," tulis keterangan resmi DPP Golkar.
Partai NasDem:
- Partai NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai bentuk sikap tegas terhadap perilaku yang dinilai meresahkan masyarakat. Langkah ini diambil guna menjaga citra partai dan DPR sebagai lembaga legislatif yang profesional.
PAN:
- Fraksi PAN juga menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya sebagai respons terhadap tindakan-tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan etika. Sikap ini dilakukan untuk menunjukkan komitmen PAN terhadap good governance dan integritas politik.
Reaksi Publik
Keputusan ini tentu memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian publik mempertanyakan relevansi pelaksanaan tugas seorang anggota DPR jika mereka sudah dinonaktifkan oleh partainya. Namun, secara hukum, hak keuangan tetap berlaku sesuai aturan yang berlaku.
Dengan tetap menerima gaji dan tunjangan, kelima anggota DPR ini menjadi sorotan baru dalam pembahasan efektivitas pengawasan terhadap anggaran negara. Beberapa pihak menyoroti perlunya reformasi sistem pengelolaan anggaran DPR agar lebih transparan dan akuntabel.
Kesimpulan:
Meskipun telah dinonaktifkan oleh partai politiknya, kelima anggota DPR tetap berhak atas gaji dan tunjangan penuh sesuai dengan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020. Langkah menonaktifkan anggota DPR ini dilakukan sebagai upaya memperkuat disiplin dan etika politik, namun tetap memunculkan pertanyaan terkait efektivitas penggunaan anggaran negara.