DPR Soroti Ketergantungan Impor Minyak dan Pangan, Pemerintah Diminta Segera Panggil Produsen untuk Pastikan Komitmen Ketersediaan dan Harga yang Terjangkau

DPR Soroti Ketergantungan Impor Minyak dan Pangan, Pemerintah Diminta Segera Panggil Produsen untuk Pastikan Komitmen Ketersediaan dan Harga yang Terjangkau

Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memastikan bahwa produsen minyak dan importir pangan strategis memprioritaskan kepentingan rakyat.

Ia menyoroti ironi di mana keuntungan besar dari sektor ini hanya dinikmati oleh segelintir pihak, sementara masyarakat harus menanggung harga yang melambung tinggi.

Herman menegaskan bahwa komoditas yang mudah diakses dan berharga murah, seperti minyak yang harus sampai kepada rakyat yang berhak.

"Jangan kemana-mana enggak jelas," ucapnya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Gedung Nusantara, Kamis (4/9).

Melihat kondisi ini, Herman mendesak pemerintah untuk segera memanggil para produsen minyak guna memastikan kepatuhan mereka terhadap regulasi.

Ia mempertanyakan kontribusi masing-masing produsen, apakah mereka sudah mematuhi aturan pemerintah, dan mengapa keuntungan dari harga internasional yang tinggi dirasa belum cukup.

"Kita ingin tahu mana yang komit, mana yang tidak," ujarnya.

Berdasarkan data, produksi minyak mentah Indonesia terus menurun dalam lima tahun terakhir. Realisasi lifting minyak turun dari 746 ribu barel per hari (bph) pada tahun 2019 menjadi 579,7 ribu bph pada tahun 2024.

Penurunan ini sangat kontras dengan target APBN 2024 sebesar 635 ribu bph.

Sementara itu, kebutuhan minyak domestik mencapai lebih dari 1,5 juta bph, membuat Indonesia semakin bergantung pada impor.

Data Kementerian ESDM menunjukkan impor minyak mentah sepanjang tahun 2024 mencapai 112,19 juta barel.

"Kita jangan biarkan produsen hanya mengejar pasar internasional. Minyak itu harus dipastikan cukup untuk rakyat," jelas dia.

Selain minyak, Herman juga menyoroti ketergantungan Indonesia pada impor pangan strategis dan mengingatkan pemerintah untuk mengendalikan harga di dalam negeri.

Ia mengkritik praktik impor yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara harga di tingkat konsumen tetap tinggi.

"Itu sama saja mengambil keuntungan dari penderitaan rakyat," jelasnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan lonjakan drastis impor beras dari 356 ribu ton pada tahun 2020 menjadi 3,06 juta ton pada tahun 2023.

Komoditas lain, seperti bawang putih dan garam industri, juga sangat bergantung pada impor, dengan impor bawang putih mencapai lebih dari 510 ribu ton dan garam industri sekitar 2,5 juta ton per tahun pada tahun 2023.

Pada triwulan pertama tahun 2025, impor terus meningkat untuk komoditas seperti bawang merah, gula, bawang putih, dan kedelai.

"Importir jangan ambil untung besar-besaran. Volume perdagangannya besar, cukup ambil keuntungan yang rasional. Sisanya, biarkan rakyat menikmati harga yang terjangkau," tegasnya.

Untuk mengatasi hal ini, Herman mendesak Kemendag untuk menetapkan harga yang rasional, karena keuntungan besar produsen dan importir sama saja dengan mengambil uang dari kantong masyarakat.

"Kementerian Perdagangan harus mampu atur harga yang rasional. Jangan sampai rakyat terus jadi korban, sementara importir dan produsen menikmati untung besar," desaknya.