Ariel-Judika Soroti Royalti Musik di DPR, Ahmad Dhani Hampir Diusir Ketua Komisi XIII

Ariel-Judika Soroti Royalti Musik di DPR, Ahmad Dhani Hampir Diusir Ketua Komisi XIII

Komisi XIII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Perwakilan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI).

Pada rapat yang digelar di ruang Komisi XIII, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (27/8). Perwakilan VISI, Ariel Noah, menyinggung soal mekanisme penyanyi untuk menyanyikan lagu orang lain.

"Dulu tuh harus penyanyinya yang minta izin. Nah, itu yang kita pingin lebih jelas sebetulnya. Sebenarnya gimana sih? Karena apakah menjadi permasalahan di profesi kami sebagai penyanyi? Akan menjadi permasalahan, gitu," kata Ariel.

Selain itu, Ariel menilai aturan mengenai izin membawakan lagu masih membingungkan bagi pelaku industri musik, khususnya penyanyi.

“Ada pernyataan-pernyataan dimana izin itu harus diperoleh dulu sebelum pertunjukan, dan dulu tuh harus penyanyinya dulu yang minta izin. Nah, itu yang kita pengen lebih jelas sebetulnya. Karena apakah menjadi permasalahan di profesi kami sebagai penyanyi?” ujar Ariel.

Diskusi tersebut juga diwarnai interupsi dari musisi sekaligus Anggota Komisi X DPR, Ahmad Dhani. Namun, pimpinan rapat sekaligus Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya menegaskan, forum tersebut bukan tempat berdebat, melainkan “belanja masalah” untuk merumuskan solusi.

Sementara itu, perwakilan AKSI, Judika, turut menyoroti lemahnya mekanisme distribusi royalti. Ia menekankan, bahwa para pencipta sering kali tidak mengetahui jalur yang tepat untuk menerima hak ekonomi dari karya mereka.

Ahmad Dhani kembali melakukan interupsi ketikan Judika menyampaikan pendapatnya. Tindakan pentolan band Dewa 19 itu memancing emosi Willy Aditya.

"Mas Dhani, saya ingatkan saya pimpinan di sini, nanti sekali lagi kami berhak juga untuk mengeluarkan jenengan dari forum," tuturnya.

Judika pun melanjutkan pendapatnya. Sebagai pencipta, dirinya tidak pernah berniat melarang orang lain menyanyikan lagunya. Namun, pelarangan bisa terjadi bila hak ekonomi dan hak moralnya sebagai pencipta terlanggar.

“Kalau hak ekonomi tidak dapat, kita harus tahu masalahnya di mana. Dan kita sama-sama tahu sistem pengelolaan royalti saat ini masih lemah,” jelasnya.

Selain itu, turut hadir pula dari Kolektif Nasional (LMKN), Marcel Siahaan, dalam rapat itu dan Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej. (Pon)