Ari Lasso vs WAMI, Membuka Lagi Polemik Pembagian Royalti Musik di Indonesia

 Ari Lasso vs WAMI, Membuka Lagi Polemik Pembagian Royalti Musik di Indonesia

PERDEBATAN mengenai skema pembagian royalti musik di Indonesia kembali mencuat ke permukaan setelah Ari Lasso, salah seorang musisi senior Tanah Air, menyuarakan kritik terhadap mekanisme yang dijalankan WAMI (Wahana Musik Indonesia). Mantan vokalis Dewa 19 tersebut menilai sistem pengelolaan royalti masih belum transparan dan adil bagi para pencipta lagu maupun performer yang turut menghidupkan karya musik. Isu ini kemudian memantik diskusi lebih luas tentang bagaimana seharusnya royalti dibagi antara pencipta, produser, label, dan publisher musik. Hal itu sekaligus memperlihatkan bahwa ekosistem industri kreatif masih menghadapi tantangan dalam menegakkan prinsip keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat. Di Indonesia, mekanisme pembagian royalti ini diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta peraturan turunan yang berlaku sehingga memastikan hak-hak kreator tetap terjaga.

Secara garis besar, ada tiga pihak utama yang berhak atas pembagian royalti:

1. Pencipta Lagu (Songwriter/Composer)

Pihak yang menulis lirik, menciptakan melodi, atau menyusun aransemen musik. Peran mereka ialah fondasi utama kelahiran sebuah lagu. Royalti yang diterima biasanya berasal dari hak cipta, karena merekalah pemilik ide kreatif awal.

2. Produser atau Label Rekaman (Master Rights Holder)

Produser atau label bertanggung jawab terhadap proses rekaman, pengolahan, distribusi, hingga pemasaran. Karena investasi besar yang mereka keluarkan, mereka memperoleh royalti dari hak terkait (neighboring rights), terutama dari rekaman master lagu.

3. Pemilik Hak Lainnya (Performer/Publisher/Arranger)

Kategori ini termasuk penyanyi, musisi pengiring, arranger, maupun publisher musik. Mereka memiliki kontribusi penting dalam menghidupkan karya sehingga berhak memperoleh bagian tertentu dari royalti.

Secara umum, pembagian royalti dibagi menjadi dua kategori besar: hak cipta (untuk pencipta lagu dan penulis lirik) serta hak terkait (untuk produser, artis, musisi pengisi instrumen, hingga label rekaman). Angkanya bisa berbeda tergantung kesepakatan kontrak, tapi skema standar biasanya memberikan porsi lebih besar kepada pencipta lagu. Misalnya, dari 100 persen royalti, sekitar 50 persen dapat dialokasikan untuk pencipta lagu dan penulis lirik, 30 persen untuk produser dan label rekaman, serta sisanya 20 perssen untuk publisher dan pemilik hak terkait lainnya.

Royalti bukan sekadar uang, melainkan bentuk penghormatan atas kreativitas dan kerja keras para insan musik. Skema pembagian yang adil memastikan setiap pihak, mulai dari pencipta, produser, hingga publisher, mendapatkan apresiasi yang layak. Dengan sistem yang semakin transparan, ekosistem musik Indonesia diharapkan mampu tumbuh sehat dan berkelanjutan sehingga karya-karya baru terus lahir tanpa mengabaikan hak pemilik karya.(far)